By: Naomi Nilawati
4 October 2024

Kanker payudara tidak hanya memberikan dampak fisik, tetapi juga emosi dan mental yang sangat besar bagi penderita-nya.

Perasaan takut, cemas, sedih, hingga depresi kerap dialami oleh penderita kanker payudara. “Ketika kita menghadapi suatu ancaman, tentu emosi kita yang pertama kali muncul itu takut cemas. Itu sesuatu yang sangat manusiawi. Namun ketakutan dan kecemasan yang muncul itu ada gunanya, yaitu untuk bertahan hidup,” jelas Cindy Dwi Utami, M.Psi.

“Kalau saya nggak takut dengan ancaman itu, maka nggak akan ada dorongan saya untuk melawan. Namun ketika ketakutan dan kecemasan itu menjadi perilaku yang negatif atau menghambat kita untuk sembuh, itu yang mengganggu keseharian,” lanjutnya.

Pengelolaan stres sangat penting dilakukan saat terdiagnosis kanker payudara. Ia mengatakan, dengan pengelolaan stres yang baik maka penanganan kanker dengan medis dapat berjalan lancar.

“Pentingnya mengelola stres, karena bisa mempermudah penanganan kanker payudara secara medis,” ujar Cindy saat diskusi tentang Bagaimana menjaga kesehatan mental bagi penderita kanker payudara, kolaborasi MAXX Coffee dan Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) di Kuningan City, Jakarta beberapa waktu lalu.

| Baca Juga: Cara Anissa Aziza Merawat Gigi Anak agar Terhindar dari Karies

Cindy mengatakan dalam fase penerimaan seseorang yang terdiagnosis kanker payudara, penyangkalan menjadi hal yang wajar terjadi. Ketika di awal terdiagnosis, sebaiknya tidak perlu berlarut-larut menyangkal atas diagnosis tersebut.

Menerima kenyataan dengan besar hati akan menimbulkan tekad luar biasa selama masa pengobatan kanker. Rasa takut dan khawatir juga menjadi perasaan yang wajar ketika dinyatakan kena kanker payudara, namun pasien harus memiliki rasa untuk melawan sakit dan terus bertahan untuk orang-orang yang dicintai.

“Tidak menyangkal. Saya harus menghadapi dengan serius. Menjalani sampai ada perubahan. Harus di atasi sama seperti sakit-sakit lainnya. Kalau diawal kita sudah respect dengan kenyataan yang ada, day by day-nya akan enak ke depan. Pengobatan medis akan berjalan dengan baik,” kata Cindy.

Namun, penting untuk diingat bahwa menjaga kesehatan mental sangat krusial dalam proses penyembuhan. “Kesehatan mental itu sangat membantu bukan hanya untuk masa penyembuhannya, tapi juga bagaimana untuk mendorong semangatnya, motivasinya, agar proses penyembuhannya semua berjalan dengan lancar,” jelasnya.

| Baca Juga: Tiga Aktivitas Fisik Ini Mampu Kurangi Risiko Terkena Diabetes

Menurut Cindy ada beberapa hal yang penting dilakukan bagi penderita kanker payudara untuk menjaga dan menguatkan mentalnya.

1. Memahami emosi

Jangan menafikan atau menekan perasaan yang dialami saat mendengar diagnosis dokter. Mengakui emosi seperti marah, sedih, atau takut adalah langkah pertama untuk menghadapinya.

2. Berbicara dengan orang terdekat

Berbagi perasaan dengan orang-orang yang dipercaya, seperti keluarga, teman, atau kelompok pendukung, dapat memberikan rasa nyaman dan dukungan.

“Penderita Kanker payudara sebaiknya tetap berhubungan dengan orang lain, keluarga dan kerabat untuk bercerita, jangan dipendam yang akan mengakibatkan kondisi mentalnya drop,” ujarnya.

3. Cari dukungan profesional

Terapis atau psikolog dapat memberikan alat dan strategi yang efektif untuk mengatasi stres dan emosi negatif. “Pasien harus rajin melakukan pemeriksaan rutin yang disarankan dokter,” tuturnya.

4. Mengelola stres

Latihan relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, dan yoga dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan.

5. Cukup tidur

Istirahat yang cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

6. Lakukan hobi

Lakukan kegiatan yang disukai, seperti membaca, mendengarkan musik, atau berkebun.

7. Temukan komunitas pendukung

Berinteraksi dengan orang-orang yang mengalami pengalaman serupa dapat memberikan rasa kebersamaan dan dukungan.
Mendengarkan cerita orang lain dan berbagi pengalaman sendiri juga dapat memberikan perspektif baru.

8. Tetap Positif

Fokus pada hal-hal positif meskipun dalam situasi yang sulit. Dan jangan lupa untuk tetap menjaga hubungan sosial dengan orang-orang yang disayangi.

Hal itu seperti yang dialami Ibu Siti Rahmawati, seorang warrior kanker payudara. Siti yang didiagnosis kanker payudara sekitar lima tahun lalu menceritakan perasaannya saat pertama kali mendengar kabar tersebut.

“Rasa takut pasti ada, tapi dengan rasa takut itu kita harus memiliki rasa untuk melawan dan bertahan,” katanya, sekaligus mengaku bahwa ia pun mengkhawatirkan akan kematian.

Namun, setelah melalui proses penerimaan dan bertemu dengan sesama pengidap kanker, dia mulai lebih menghargai hidup. Baginya, penyakit ini adalah bagian dari takdir yang harus ia jalani.

| Baca Juga: Tips Mudah Mengatasi Kebiasaan Malas Minum Air Putih

Bantu Pemulihan

Dukungan kerabat dan keluarga bagi penderita kanker payudara (breast cancer) merupakan hal yang sangat penting. Menurut Cindy, para warrior kanker payudara membutuhkan empati sebagai salah satu sandaran hidup mereka.

“Di tahun pertama (pasien) krisisnya sangat dominan. Apakah pasien bisa mampu melawati atau malah masuk ke kondisi yang depresif. Itulah pentingnya keluarga, suami, anak atau siapa saja yang tergerak hatinya membantu pasien kanker, berperan sebagai caregiver,” katanya.

Ia menambahkan, “Dukungan dari keluarga dan orang-orang sekitar sangat membantu dalam pemulihan penderita kanker. Dan berpikir positif bahwa penyakit ini merupakan sebuah tantangan untuk bertahan hidup.”

Namun untuk menunjukkan rasa empati, kata Cindy, bukan dengan menampilkan mimik prihatin. Menurut Cindy, empati berbeda dengan rasa kasihan. Jika mengasihani yakni melihat objek dari luar, maka empati berarti menyelam ke dalam kehidupan objek.

Selain itu, empati dapat ditunjukkan dengan tidak melakukan justifikasi kepada pasien kanker payudara. “Apa pun yang diekspresikan oleh para penderita kanker, merupakan apa yang mereka rasakan secara nyata (real).Kita memvalidasi apapun perasaan yang mereka laporkan, karena itulah yang mereka rasakan,” ujar Cindy.

Linda Agum Gumelar, Chairperson & Founder YKPI mengatakan, keahlian psikologi dan komunikasi dibutuhkan oleh seorang pendamping pasien kanker payudara.

Pasalnya, kedua hal itu berguna untuk menguatkan pasien, di samping ikhtiar kesehatan melalui pengobatan medis. Dia mencontohkan, saat terkena kanker payudara pada 1996 lalu, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) itu merasa tertekan akibat kalimat-kalimat bernada memojokkan dari sejumlah pihak.

“Saya mendapatkan tekanan yang luar biasa, dari banyak orang, karena psikologi dan komunikasi tidak dipahami. Sehingga setelah bertemu dengan mereka, bukannya tambah kuat, tapi justru memojokkan kita, perasaan dan emosi kita,” tutur Linda.

Linds menegaskan dukungan psikologis sangat dibutuhkan penderita kanker payudara. “Menghadapi kanker payudara bukan sekadar menjaga tubuh tetap kuat, tetapi juga memastikan emosi dan mental pasien tetap stabil. Ini adalah tantangan yang tidak ringan, tetapi dukungan moral dari orang-orang terdekat sangat membantu,” katanya. (*)

Tags:

Leave a Reply