By: Azharul Hakim
29 November 2025

NYATA MEDIA — Erupsi Gunung Semeru pada Rabu (19/11) lalu. Di waktu bersamaan, 187 pendaki berada di gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut. Namun semua berhasil turun dengan selamat, salah satunya Yeka Kusumajaya.

Puluhan kali mendaki Gunung Semeru, membuat Yeka Kusumajaya paham betul karakteristik gunung tersebut. Pria yang baru saja berulang tahun ke 57 tepat di hari Semeru erupsi itu menyatakan, para pendaki tidak terdampak.

Sebab guguran lava dan awan panas tidak pernah ke arah utara, yang merupakan jalur pendakian. ”Selama saya mendaki Semeru, kalau hanya luncuran awan panas tidak pernah ke utara. Luncuran itu pasti ke arah Tenggara atau ke Lumajang,” kata Yeka kepada Nyata, Jumat (21/11) lalu.

”Tapi nggak tahu lagi kalau Semeru erupsi besar. Dampaknya memang bisa ke mana-mana,” imbuhnya. Sebagai gunung yang masih aktif, Semeru memang masih sering meluncurkan awan panas.

Hal itu pula yang terjadi saat Semeru mengeluarkan awan panas dan guguran lava pada Rabu lalu. Meluncur ke Desa Sumberwuluh, Desa Supiturang, Desa Sumbersari, Dusun Umbulan Sumbersari dan Desa Oro Oro Ombo, Kabupaten Lumajang.

| Baca Juga : Intip Keindahan Gunung Semeru yang Kini Berstatus Awas Setelah Erupsi

Dilarang ke Puncak

”Karena robekan kawah Jongring Salokonya ke arah tenggara atau selatan. Makanya yang jadi ancaman itu desa-desa di wilayah selatan atau tenggara, lebih tepatnya. Kalau desa-desa di utara, barat dan timur relatif aman,” imbuh pria yang tinggal di Malang itu.

Ditambahkan Yeka, para pendaki saat ini hanya diperbolehkan mendaki hingga Ranu Gumbolo. Tidak boleh lagi ke puncak Mahameru. ”Ke Kalimati pun sudah tidak diizinkan oleh TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, red). Jadi mereka paling hanya satu atau dua hari saja. Nginep semalam, paginya sudah turun,” kata Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Petualang Alam, Ranti Pager Aji, Universitas Islam Malang, tahun 1992 itu.

Selain itu setiap pendaki juga harus bersama pendamping. ”Sekarang wajib. Jadi tidak boleh mendaki sendiri. Tergantung kesepakatan berapa hari atau malam di Ranu Gumbolo,” papar pria yang bekerja di UNDP dari tahun 2007 hingga 2024 itu.

Memang banyak perubahan aturan terkait pendakian di Semeru ini. Pendakian di Semeru sempat ditutup selama lima tahun sejak Covid-19. Dan baru dibuka Maret lalu.

| Baca Juga : Gunung Semeru Erupsi 4 Kali, Waspada Lahar Dingin

”Namun sebelum resmi kembali dibuka, teman-teman komunitas Gimbal Alas melakukan survey dan pembersihan jalur terlebih dulu. Agar jalur pendakian aman dan nyaman. Itu pun baru sampai Ranu Gumbolo. Makanya dari Ranu Gumbolo ke puncak belum dibuka,” paparnya.

Untuk kembali bisa mendaki ke puncak Mahameru atau di Kalimati sekali pun masih perlu survey lagi. Agar keselamatan, keamanan dan kenyaman pendaki, terjamin. ”Intinya semua harus dipastikan aman dan nyaman bagi pendaki,” imbuhnya.

Semua Lancar

Sementara itu Duta Alam Primansyah sedang mengawal lima pendaki dari Solo, tepat berada di Ranu Kumbolo saat erupsi Semeru terjadi. Pemuda berusia 25 tahun itu merupakan anggota Pemandu Pendaki Gunung Semeru Terdaftar (PPGST).

Organisasi resmi pemandu yang mendampingi  pendaki. Sejak pendakian ke Semeru dibuka lagi, pendaki kini wajib didampingi pemandu. ”Jadi saya memandu lima pendaki yang semuanya laki-laki dan berangkat dari Base Camp Ranu Pani sekitar jam setengah 12. Sepanjang perjalanan lancar-lancar saja,” kata pemuda yang biasa disapa Plakat kepada Nyata, Selasa (25/11) lalu.

| Baca Juga : Seniman Choi So Young Ubah Jeans Bekas jadi ‘Kota Kain Denim’

Rombongan tiba di Ranu Kumbolo sekitar pukul 17.00 WIB. Sementara erupsi terjadi sekitar pukul 14.00. ”Tapi karena tidak ada sinyal, jadi tidak ada informasi apapun. Baru setelah saya ke shelter khusus pemandu, yang di situ ada starlink, barulah muncul notifikasi-notifikasi,” kata pemuda yang masih aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Malang itu.

Tidak hanya berita, notifikasi-notifikasi dari orangtua-orangtua pendaki juga banyak. Mereka menanyakan kabar anak-anak yang sedang mendaki.

”Ya di situ kami memberi kabar ke orangtua-orangtua kalau semuanya baik-baik saja. Kami juga meminta agar tidak percaya berita-berita hoax yang bikin panik. Termasuk pemberitaan-pemberitaan yang kesannya melebih-lebihkan,” kata Plakat yang mulai mendaki tahun 2013 saat masih SMP itu.

Pukul 09.00 WIB

Dipaparkan Plakat, Ranu Kumbolo aman. Tapi memang masuk zona merah. Bisa saja terdampak jika erupsi berujung besar. ”Ranu Kumbolo itu kan sekitar tujuh sampai delapan kilometer dari puncak dan bukan area yang kena guguran awan panas. Guguran itu biasanya ke timur atau tenggara. Sementara posisi Ranu Kumbolo di utara puncak,” kata anggota Pencinta Alam Ranti Pager Aji Unisma itu.

Namun karena situasi sedang tidak mendukung, rombongan diharapkan turun sesegera mungkin. Malam harinya, baik pendaki maupun pemandu beristirahat. ”Cuaca waktu itu berkabut dan gerimis,” kata Plakat.

| Baca Juga : Punya Rambut Kribo Raksasa, Wanita Ini Pecahkan Rekor Dunia

Esok harinya sekitar pukul 07.00 WIB, pemandu mendapat arahan dari petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) agar bisa membawa rombongan turun sebelum pukul 09.00 WIB. ”Kalau dalam situasi normal, boleh turun maksimal jam 12 siang. Tapi karena ini ada erupsi, wajib turun sebelum jam sembilan,” imbuhnya.

Menjadi Relawan

Namun rombongan pendaki tetap diizinkan untuk eksplorasi, meski waktunya hanya sebentar. ”Jadi memang biasanya di hari ke dua, kita eksplor di sekitar Oro-Oro Ombo dengan lebih lama. Cuma kali ini singkat. Biar tidak rugi banget ya, meski akhirnya ya tetap rugi juga. Tapi demi keselamatan, ya harus patuh,” kata Plakat lagi.

Setelah itu sebanyak 187 pendaki, termasuk pemandu, pendaki maupun ranger turun sebelum pukul 09.00 WIB. Plakat dan rombongan tiba di Base Camp Ranu Pani sekitar pukul 13.00 WIB.

Ditambahkan Plakat, setelah semua pendaki, pemandu dan ranger turun, tidak ada pendakian lagi. ”Dalam aturannya Taman Nasional, setiap harinya ada 400 orang yang diizinkan mendaki. 200 naik 200 turun. Tapi setelah kami turun, saya tidak melihat ada pendaki yang naik,” tutur Plakat yang tinggal di Desa Senduro, dekat Base Camp Ranu Pani itu.

Plakat sendiri setelah turun bergabung dengan relawan-relawan lain di Posko Gabungan. ”Ada banyak posko-posko dibangun. Jadi sekitar 34 mapala terjun dan organisasi-organisasi lain. Jadi setelah dari Ranu Pani saya langsung jadi relawan,” kata Plakat.

| Baca Juga : Bikin Nangis! Ini Kisah-Kisah dari Erupsi Gunung Semeru. Ada yang Sekeluarga Terkubur Abu Vulkanik

Banyak Perbedaan

”Kami yang dari Ranu Pani juga memberi donasi. Kebetulan di Ranu Pani kan penghasil sayuran, jadi donasi sayuran ke posko,” imbuhnya.

Plakat dekat dengan dunia pendakian sejak masih belia. Sebab dia lahir dan besar di area sekitar Ranu Pani. Sehingga ketika SMP, dia bersama teman-teman mulai mendaki. Tentu Gunung Semeru yang kali pertama didaki.

Namun baru tahun 2020, Plakat merasa benar-benar menjadi pendaki dan bergabung dengan mapala di sana. Diakui mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, ada banyak perbedaan antara pendakian sebelum pandemi dan setelah pandemi.

”Dulu tidak online pendaftarannya. Jadi bisa langsung dan tidak wajib menggunakan pemandu. Tapi sekarang wajib online dan menggunakan pemandu,” paparnya.

Kala itu juga diperbolehkan hingga puncak Mahameru. ”Dulu untuk pendakian bisa tiga sampai empat hari karena sampai puncak. Tapi sekarang hanya dua hari satu malam dan tidak boleh sampai puncak,” lanjutmenjadi pemandu di PPGST sejak lima bulan lalu itu. (*)

Tags:

Leave a Reply