NYATA MEDIA — Mata merah biasanya dianggap hal sepele. “Paling cuma iritasi atau kurang tidur,” begitu anggapan umum. Banyak orang bahkan tidak tahu bahwa mata merah bisa menandakan sesuatu yang serius.
Salah satunya uveitis, yaitu peradangan pada uvea, lapisan tengah mata yang berperan penting dalam penglihatan. Kondisi ini bisa menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
“Struktur mata itu diciptakan Tuhan dengan sangat kompleks. Dari depan ke belakang, semua saling terhubung. Dan uvea adalah salah satu yang menjaga fungsi utama mata,” ujar dr. Eka Octaviani Budiningtyas, Sp.M. di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/9).
| Baca Juga: Ibunda Ungkap Derita Bella Hadid Lawan Penyakit Lyme
Seringkali, gejala uveitis tidak terlalu mencolok. Tapi hati-hati, justru ini yang membuat uveitis berbahaya.
Menurut Dr Eka, gejala uveitis yang patut diwaspadai antara lain, Mata merah (namun tidak selalu disertai belekan). Kedua, nyeri atau rasa ngilu, terutama jika melihat cahaya terang (fotofobia).
Gejala lainnya, penglihatan buram mendadak, timbul bayangan hitam beterbangan (floaters), dan pandangan seperti tertutup kabut.
“Setiap kali uveitis kambuh, struktur mata makin rusak. Kalau sudah kronik, banyak pasien yang datang dengan satu mata yang sudah tidak bisa melihat,” ungkap Dokter Sub Spesialis Ocular Infection and Immunology, JEC Eye Hospitals and Clinics itu.
| Baca Juga: Sempat Kontroversi, Ini 4 Fakta Menarik Drakor ‘To The Moon’
Dikatakan Dr. Eka, gejala-gejala tersebut merupakan alarm yang memerlukan perhatian medis segera. Sebab, kondisi uveitis dapat memburuk dengan cepat.
“Diagnosis yang akurat serta koordinasi antarprofesi medis sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah komplikasi. Penanganan uveitis memerlukan pendekatan menyeluruh guna mengendalikan peradangan dalam jangka panjang,” terangnya.
Perlu diperhatikan, kondisi mata merah dan pandangan yang sensitif terhadap cahaya, serupa dengan gejala awal infeksi mata ringan seperti konjungtivitis (bersifat menular, biasanya disertai belek).
Kemiripan ini yang membuat banyak penyandangnya abai. Lebih-lebih gejala uveitis dapat timbul secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat, dan muncul pada salah satu atau kedua mata.
Penyebab Uveitis
Menurut dr. Eka, Uveitis bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa sangat beragam, seperti:
1. Infeksi:
– TBC mata (Indonesia termasuk negara endemis TB)
– Toksoplasma (dikenal sebagai “mata kena tokso”)
– Herpes zoster (cacar api)
– Sifilis
– Sitomegalovirus (CMV) – sering muncul pada pasien HIV/AIDS
– Jamur (seperti Candida)
| Baca Juga: Vino G Bastian Dihantui Lewat Kamera di Film Remake Thailand ‘Shutter’
2. Autoimun:
– Lupus, psoriasis, sarcoidosis
– Juvenile idiopathic arthritis (pada anak-anak)
– Behcet’s Disease: ditandai dengan sariawan berulang, bisa di mulut atau kelamin
– VKH (Vogt-Koyanagi-Harada): bisa menyerang pasien dengan riwayat vitiligo (bercak putih di kulit)
3. Trauma Mata: Cedera, operasi, atau benturan keras bisa memicu uveitis.
4. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya): Sekitar 30–50% kasus uveitis di dunia tidak bisa diketahui pasti penyebabnya, bahkan setelah serangkaian tes.
Di Indonesia, uveitis dipicu dua penyebab terbanyak, penyakit infeksi sistemik (misalnya tuberkulosis dan toksoplasma) serta autoimun. Lebih mengkhawatirkan lagi, studi mendapati bahwa 48–70% kasus uveitis tergolong idiopatik, alias tidak diketahui penyebab pastinya.
| Baca Juga: Padel Jadi Tren Olahraga Baru, Apa Sih Istimewanya?
Kenapa Uveitis Berbahaya?
Ditegaskan dr. Eka, Uveitis ini berbahaya. Karena jika tidak ditangani dengan cepat, ia bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti katarak, glaukoma, kerusakan retina, bahkan kebutaan permanen.
Selain itu setiap episode peradangan bisa merusak bagian-bagian mata secara bertahap. Dan bila sudah kronik, struktur mata bisa rusak parah, penglihatan bisa sangat terganggu.
“Uveitis bukan sekadar peradangan mata biasa. Banyak penyandangnya yang minim mengalami gejala dini. Ketidaktahuan yang membuat pasien kerap terlambat memeriksakan matanya. Banyak pasien yang datang saat satu mata sudah buta, dan baru sadar bahwa mata satunya mulai terancam juga. Padahal, kalau datang lebih awal, bisa kita selamatkan,” jelas Dr. Eka.
Bagaimana Pengobatannya?
Dikatakan Dr. Eka, Pengobatan uveitis harus disesuaikan dengan penyebabnya dan tingkat keparahan.
“Dokter mata akan melakukan berbagai pemeriksaan, termasuk pemeriksaan darah, radiologi, hingga pemeriksaan kekebalan tubuh,” ujarnya.
Pengobatan bisa meliputi:
– Tetes mata antiinflamasi (steroid)
– Obat minum atau suntik untuk menekan peradangan
– Antibiotik, antivirus, atau antijamur jika penyebabnya infeksi
– Obat imunosupresan untuk autoimun
– Tindakan operasi seperti vitrektomi atau operasi katarak jika sudah terjadi komplikasi
| Baca Juga: 10 Gejala Awal Alzheimer yang Sering Terabaikan
Kapan Harus ke Dokter?
Ditegaskan Dr. Eka, jangan tunggu sampai penglihatan kabur atau mata terasa sangat sakit. Segera konsultasikan ke dokter mata jika Anda mengalami:
– Mata merah tanpa sebab yang jelas
– Nyeri saat melihat cahaya
– Pandangan buram, berbayang, atau seperti tertutup kabut
– Gejala berulang
– Memiliki riwayat autoimun, HIV, TB, atau infeksi menular seksual.
“Ingat, mata kita hanya dua. Kalau satu rusak, hidup kita bisa berubah. Jangan tunggu sampai terlambat,” tegas Dr. Eka.
Dr. Eka sangat menyayangkan karena masih banyak orang yang mengobati mata merah dengan air sirih, air garam, atau tetes mata warung. “Padahal, jika peradangan terjadi di dalam mata (seperti uveitis), pengobatan seperti ini justru bisa memperparah kondisi mata,” tandasnya.
Yang perlu diingat, bahwa Uveitis bukan sekadar mata merah biasa. Ia adalah kondisi serius yang memerlukan diagnosis dan penanganan segera. Dengan perhatian yang tepat dari awal, pengobatan yang benar, dan kesadaran masyarakat, banyak kerusakan mata dapat dicegah. (*)
Tags:Kurang Tidur Mata Merah Uveitis