Ia bersyukur usaha yang ditekuni sangat membantu kehidupan keluarga. Selain bisa menyekolahkan ketiga anaknya hingga sarjana, ia dan suami juga bisa berangkat haji pada tahun 2018. Sebuah kondisi yang jauh dari apa yang dialaminya dahulu.
Maklum, Wiwit dan suami dulunya masuk golongan keluarga miskin (gakin). Bahkan, keluarga itu pernah terlilit utang. Supardi pernah terkena PHK besar-besaran dari sebuah perusahaan, sedangkan Wiwit hanya sebagai ibu rumah tangga.
Tidak hilang akal, Supardi lantas bekerja serabutan. Selain sopir rental mobil, ia juga pernah berjualan sepatu dan sandal.
| Baca Juga : Demi Anak, Nyawa Melayang: Kisah Korban Longsor Tambang Batu Cirebon
“Bersyukur sekarang bisa beli mobil. Kebetulan kami punya anak tiga. Mereka juga sudah kita daftarkan untuk berangkat haji,” ujar Supardi dalam kesempatan yang sama.
Pemberdayaan
Meski demikian, Supardi dan Wiwit tidak ingin menikmati kesuksesannya sendiri. Keduanya memberdayakan ibu-ibu kampung agar bisa mandiri dan membantu perekonomian keluarga. Mereka yang dipekerjakan ada 5 orang, namun bisa bertambah jika ada banyak pesanan.
“Bahkan kita pernah mempekerjakan 100 orang waktu pesanan banyak. Jadi ada yang bagian ngambil enceng gondok mengeringkan hingga menganyam,” tuturnya.
Dalam proses produksi, awalnya eceng gondok diambil dari waduk yang berlokasi di belakang rumahnya untuk kemudian dijemur sekitar satu minggu.
Untuk memastikan enceng gondok bertahan lama, Wiwit menggunakan teknik menjemur matahari dan juga menggunakan belerang.
“Setelah kering diantar ke rumah mereka masing-masing (pekerja) untuk dianyam. Kalau tahap finishing tetap saya,” katanya.
| Baca Juga : Kisah Rafael Kamal, Pembalap 15 Tahun yang Berjuang Menembus Sirkuit Dunia
Tags:eceng gondok Eichhornia Crassipes kerajinan eceng gondok Supardi Witrove Wiwit Manfaati