By: Naomi Nilawati
5 November 2019

Komunitas Perempuan Pelestari Budaya Indonesia (PPBI) terus menunjukkan komitmennya. Bertepatan di ulang tahun yang kedua, PPBI berkolaborasi dengan Oerip Indonesia, menggelar kegiatan Merayakan Cinta Budaya di Jambuluwuk Thamrin Hotel, Jakarta, Sabtu (2/11).

Kegiatan ini juga digelar untuk memperingati 11 tahun Dian Oerip berkarya. Berbagai rangkaian acara pun digelar, seperti peragaan busana  yang berhadiah trip ke Thailand, diskusi wastra dan tutorial lilit wastra bersama Dian Oerip dan PPBI, serta ada penampilan tarian Maumere dan Batak oleh komunitas PBBI.

Menurut founder PBBI, Diah Kusumawardhani Wijayanti, komunitas yang dibentuk pada 2017 ini memiliki 30 anggota yang berasal dari berbagai latar belakang profesi.

“Komunitas pecinta budaya didirikan berdasarakan komitmen dan nilai luhur bangsa, itulah yang menjadikan salah satu alasan untuk membentuk komunitas ini,” ujar Diah.

komunitas-ppbi-1
Foto: Istimewa

Baca juga: Semarakkan HUT KCBI Surabaya dengan Membatik Kipas

Gerakan mengenakan kain tradisional, jadi program utama komunitas ini. Kain Nusantara itu tak hanya digunakan saat acara resmi, tapi bisa dikenakan di kantor atau saat bersantai.

“Kita tahun ini juga akan membuka cabang di Bali. Sehingga kita bisa ajak perempuan lokal untuk bangga kearifan lokal daerahnya,” kata Diah.

Tak hanya itu, komunitas ini juga sudah melakukan beberapa kegiatan sosial. Antara lain adalah kegiatan amal untuk para penderita AIDS, pendanaan sekolah tari di Nusa Tengara Timur, dan melakukan pementasaan seni tari Indonesia ke beberapa negara.

“Kita melakukan beberapa kegiatan seperti belajar menari, berbusana tradisional ke kantor. Kita ingin jadi influencer untuk para perempuan, anak-anak agar mencintai budaya Indonesia. Sementara itu kita juga berkolaborasi dengan Dian Oerip, karena memiliki satu tujuan yang sama,” jelas Diah.

komunitas-ppbi-2
Foto: Istimewa

Diah dan teman-teman di PPBI fokus berkampanye di media sosial, dan selalu mengunggah kegiatan komunitas dengan menggunakan tagar khusus.

“Kami ingin menjadi corong di sosial media. Ingin apa yang kita lakukan, bukan hanya dilakukan kelompok kami, tapi dibicarakan dan menjadi tren di mana-mana, menjadi viral,” jelas perempuan yang juga pendiri sekolah tari tradisional gratis, di bawah naungan Yayasan Belantara Budaya Indonesia ini.

Komunitas ini juga sering menyelenggarakan acara bertema tradisi dan budaya tradisional, namun dikemas secara kekinian.

“Kami ingin meperkenalkan sekaligus mengajak kembali menggunakan kain tradisional. Ini bukan kain yang kolot, kuno tapi bisa dimodifikasi lebih modern,” kata Diah bersemangat.

Untuk itu, kata Diah, wajib hukumnya bagi anggota komunitas memiliki sosial media dan mengunggah kegiatan sambil bercerita hal kebaikan.

Lebih lanjut ia mengatakan, PPBI sangat selektif memilih anggota. Ia akan terlebih dahulu melihat aktivitas media sosial calon anggota.

“Kita lihat sosial medianya, suka berbicara SARA atau tidak, suka memberikan informasi hoax atau tidak. Dan itu (kalau suka bicara SARA dan menyebar hoax) nggak akan kita pilih. Yang nyinyir nggak boleh (gabung), yang rasis nggak boleh (gabung). Selain itu sama-sama mencintai budaya Indonesia. Tidak ada kriteria khusus, tapi secara general harus senang local brand, no politic, no sara. Intinya kita positive vibes dan medsos itu cerminan diri, nggak bisa dibohongi,” papar Diah merinci.

Diah menambahkan, “Kami semua berbeda-beda, mulai dari agama, suku, bahkan karier. Ada yang konsultan SDM, wartawan, wirausaha, karyawan, bagian finansial, surveyor, NGO, guru yoga, hingga kerja di perhotelan. Kami berharap adanya komunitas ini bisa menjadi motor bagi usaha pelestari budaya tradisional Indonesia. Tentunya kami juga sangat berharap budaya tradisional kembali menjadi identitas bangsa Indonesia, yang menunjukkan kebhinekaan.”

dian-oerip
Fashion show Dian Oerip. Foto: Istimewa

Sementara itu menurut Dian Erra Kumalasari, desainer dan founder brand Dian Oerip, wastra Indonesia 5 tahun belakangan memang sedang naik daun.

“Etnik Sumba yang sekarang lagi digandrungi. Apalagi destinasinya, orang juga banyak yang ke sana,” ujar Dian.

Lebih lanjut Dian mengatakan, naik daunnya tenun Indonesia salah satunya karena keragaman warnanya.

“Hal itu juga jadi fokus saya mengeksplor warna alami yang ramah lingkungan. Apalagi letak geografis Indonesia sangat mempengaruhi. Warna alam dari daerah kalimantan dan NTT misalnya itu berbeda. Yang kami gunakan misalnya seperti mengkudu, rumput, kemiri. Tiap daerah berbeda dan muncul warnanya akan berbeda,” ujarnya.

Di sisi lain, meski tenun sedang digandrungi, sayangnya penenun Indonesia masih jauh dari kata sejahtera.

“Kondisi penenun daerah sangat memprihatinkan. Karena itu tujuan Dian Oerip sejak awal untuk membantu penenun daerah. Kita juga turut menyelami kehidupan mereka,” jelas Dian.

Ditegaskan Dian, kondisi produksi kain tenun perlu dorongan seperti dari Komunitas PPBI.

“Dengan kegiatan ini kita bisa menanamkan kecintaan kita sebagai bangsa Indonesia, cinta akan kain, dan penenun pun tetap bisa hidup,” kata Dian.

Baca juga: Para Milenial Dibuat Baper Saat Belajar Mix & Match Kain Indonesia

Dian pun ingin masyarakat dapat berkarya menggunakan kain tradisional Indonesia. Untuk melestarikan tenun Indonesia, Dian Oerip juga tak lagi menggunakan panggung megah untuk peragaan busana, melainkan memanfaatkan alam terbuka yang berdekatan dengan para penenun kain.

“Tujuannya untuk menanamkan anak-anak para penenun itu supaya mencintai tenunan ibu mereka. Itu penting untuk melestarikan tenun Indonesia,” tutur Dian.

Upaya lain yang dilakukan adalah gerakan minim potong kain. Saat membuat kain tenun menjadi baju, ia meminimalisasi potongan kain agar tidak banyak yang terbuang.

“Butuh waktu berbulan-bulan untuk membuat kain tenun. Kami menghormati para penenun dengan tidak banyak membuat potongan. Sehingga semua desain kami besar-besar dan bergaya bohemian. Sisa potongan kainnya juga masih dimanfaatkan jadi aksesoris anting-anting, kalung, pouch. Jadi zero waste,” ujar Dian.

Dian Oerip telah mengharumkan nama Indonesia lewat desain kain batik, tenun, songket, sarung serta busana nusantara sebagai kekayaan budaya. Karyanya sudah dikenal hingga ke mancanegara seperti Austria, Belanda, Yunani, Jerman, Amerika Serikat dan Afrika. (*)

Tags:

Leave a Reply