“Kami ingin menjadi corong di sosial media. Ingin apa yang kita lakukan, bukan hanya dilakukan kelompok kami, tapi dibicarakan dan menjadi tren di mana-mana, menjadi viral,” jelas perempuan yang juga pendiri sekolah tari tradisional gratis, di bawah naungan Yayasan Belantara Budaya Indonesia ini.
Komunitas ini juga sering menyelenggarakan acara bertema tradisi dan budaya tradisional, namun dikemas secara kekinian.
“Kami ingin meperkenalkan sekaligus mengajak kembali menggunakan kain tradisional. Ini bukan kain yang kolot, kuno tapi bisa dimodifikasi lebih modern,” kata Diah bersemangat.
Untuk itu, kata Diah, wajib hukumnya bagi anggota komunitas memiliki sosial media dan mengunggah kegiatan sambil bercerita hal kebaikan.
Lebih lanjut ia mengatakan, PPBI sangat selektif memilih anggota. Ia akan terlebih dahulu melihat aktivitas media sosial calon anggota.
“Kita lihat sosial medianya, suka berbicara SARA atau tidak, suka memberikan informasi hoax atau tidak. Dan itu (kalau suka bicara SARA dan menyebar hoax) nggak akan kita pilih. Yang nyinyir nggak boleh (gabung), yang rasis nggak boleh (gabung). Selain itu sama-sama mencintai budaya Indonesia. Tidak ada kriteria khusus, tapi secara general harus senang local brand, no politic, no sara. Intinya kita positive vibes dan medsos itu cerminan diri, nggak bisa dibohongi,” papar Diah merinci.
Diah menambahkan, “Kami semua berbeda-beda, mulai dari agama, suku, bahkan karier. Ada yang konsultan SDM, wartawan, wirausaha, karyawan, bagian finansial, surveyor, NGO, guru yoga, hingga kerja di perhotelan. Kami berharap adanya komunitas ini bisa menjadi motor bagi usaha pelestari budaya tradisional Indonesia. Tentunya kami juga sangat berharap budaya tradisional kembali menjadi identitas bangsa Indonesia, yang menunjukkan kebhinekaan.”

Sementara itu menurut Dian Erra Kumalasari, desainer dan founder brand Dian Oerip, wastra Indonesia 5 tahun belakangan memang sedang naik daun.
“Etnik Sumba yang sekarang lagi digandrungi. Apalagi destinasinya, orang juga banyak yang ke sana,” ujar Dian.
Lebih lanjut Dian mengatakan, naik daunnya tenun Indonesia salah satunya karena keragaman warnanya.
“Hal itu juga jadi fokus saya mengeksplor warna alami yang ramah lingkungan. Apalagi letak geografis Indonesia sangat mempengaruhi. Warna alam dari daerah kalimantan dan NTT misalnya itu berbeda. Yang kami gunakan misalnya seperti mengkudu, rumput, kemiri. Tiap daerah berbeda dan muncul warnanya akan berbeda,” ujarnya.
Tags:Komunitas PPBI