NYATA MEDIA — Lebih dari 60 orangtua kehilangan anak mereka yang tewas dalam tragedi runtuhnya gedung (musala) Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, pada 29 September 2025.
Tiga di antaranya adalah Dewi Sulistiani, Komariah, dan Maslukhah. Anak dan kerabat mereka ditemukan meninggal dunia di bawah reruntuhan.
Meski mengaku sudah ikhlas, tapi tiga ibu itu masih harus bersabar karena mereka belum bisa memakamkan putra-putranya.
| Baca Juga : Evakuasi Berakhir, Total 67 Korban Tewas Reruntuhan Bangunan Ponpes Al Khoziny
Dewi Sulistiani: Belum Sempat Kirim Uang
Dewi Sulistiani memperlihatkan potret putranya. Foto: Dok. Pri
Penantian pasangan suami istri Dewi Sulistiani dan Lutfi Andik akan nasib putranya, Muhammad Azam Habibi, berakhir. Si sulung dipastikan meninggal, namun mereka belum bisa membawa pulang jenazahnya.
Lelah hati dan badan mereka rasakan. Bahkan selama seminggu, mereka tidur di teras demi menunggu kepastian putra mereka.
”Terakhir komunikasi itu Sabtu (27 September 2025). Video call, minta uang buat beli seragam pencak silat. Saya bilang, ’Iya nanti mama transfer ya, sabar,” kata Dewi kepada Nyata di Institut Agama Islam Al Khoziny, Senin (6/10) lalu.
Belum sempat Dewi mengirimkan uang itu, dia mendapat kabar musibah yang terjadi di pesantren.
”Saya dapat kabar itu hari Senin, malamnya saya naik motor sama suami kesini. Saya berharap anak saya bisa segera ditemukan. Bagaimanapun kondisinya saya sudah ikhlas,” harap warga Sidotopo Jaya Surabaya itu.
| Baca Juga : Harapan Sang Ibu di Balik Mimpi Putranya yang Masih Terjebak di Reruntuhan Ponpes Al Khoziny
Komariah: Bawa Pulang Baju
Komariah menunjukkan foto putranya. Foto: Dok. Pri
Komariah tidak menyangka jika telepon dari anaknya, Abdul Halim, akan jadi komunikasi terakhirnya. Ia juga tidak menyadari bahwa perkataan yang diucapkan anak ke tiganya itu sebenarnya agak janggal.
Namun kala itu, wanita asal Sidotopo Wetan, Kenjeran, itu tidak memahaminya. Hingga akhirnya dia menyadari bahwa itu sebuah firasat.
”Jadi dua hari sebelumnya, anak saya telepon, ’Mak di mana, nggak ke sini ta.’ Terus dia bilang, ’Mak, kalau kirim uang jangan banyak-banyak ya.’ Saya tanya kenapa. Dia jawab, ’Nggak papa Mak, jangan banyak-banyak’,” kenangnya.
“Terus dia pesen, ’Mak, kalau ke sini, jangan lupa bawa bajuku pulang ya, Mak. Semuanya dibawa’. Padahal biasanya hanya satu, tapi ini minta semua,” sambungnya.
Ternyata Senin (29/9) lalu adalah hari terakhir Abdul Halim mondok. Mengakhiri masa pondokannya yang sudah empat tahun. Remaja berusia 16 tahun itu tewas dalam insiden ambruknya Ponpes Al Khoziny.
| Baca Juga : Mengenal Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Pesantren Tertua di Jatim yang Kini Diterpa Musibah
Komariah mengenang anaknya sebagai pribadi yang taat beribadah.
”Setiap saya ke sini itu, sebelum makan, dia selalu salat dulu. Dan selalu ajak temennya makan bersama, dengan masakan yang saya bawa. Terus dia biasanya pamit ’Mak tungguin ya, saya masih ngaji’,” ucapnya dengan nada terisak.
Maslukhah: Pulang Bersama
Maslukhah, orangtua santri Ponpes Al Khoziny. Foto: Dok. Pri
Sebelum akhirnya evakuasi diakhiri karena semua korban sudah ditemukan, Maslukhah tak henti menatap layar monitor. Berharap update terbaru korban reruntuhan ada nama kerabatnya, Muhammad Aziz Pratama Yudistira.
Bagi wanita asal Bekasi itu, Aziz sudah dianggap anak sendiri. Sebenarnya santri dari Bekasi yang mondok di ponpes Al Khoziny ada tiga orang. Ainul Yaqin, putra Maslukhah, Muhammad Fatir Surya Akbar dan Aziz.
| Baca Juga : Fakta-fakta di Balik Runtuhnya Bangunan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo
”Dari lulus SD itu mereka memang masuk ke ponpes ini bareng-bareng. Aziz itu sudah saya anggap seperti anak sendiri. Bukan sekadar teman dari putra saya,” ungkapnya lirih.
Saat insiden itu terjadi, Ainul Yaqin pergi ke pasar untuk berbelanja Sementara Fatir tidak mengikuti salat berjamaah.
Kendati selamat, keduanya enggan pulang ke Bekasi sebelum jenazah Aziz ditemukan. ”Anak saya bilang nggak mau pulang kalau Aziz belum ketemu. Katanya dia mau bawa Aziz pulang bersama,” tuturnya.
Maslukhah sendiri baru menerima informasi musibah ambruknya musala di Ponpes Al Khoziny pada Senin (29/9) malam.
| Baca Juga : Fase Golden Time Segera Berakhir, Tangis Orangtua Santri Al Khoziny Pecah
”Saya dapat info dari anak saya, terus orangtua Aziz langsung berangkat ke Sidoarjo malam itu juga. Sedangkan saya baru besok paginya, naik bis dari Bekasi,” ujarnya.
Selama hampir tujuh hari tidur di posko, Maslukhah mengaku orangtua Aziz masih syok dan terpukul. Namun dia berusaha memberikan dukungan psikologis bagi keduanya.
”Saya juga merasa bersalah karena ketika mau pondok kesini itu kan juga karena saran saya. Jadi saya sangat sedih,” ungkapnya. (*)
Tags:Al Khoziny Ponpes Sidoarjo
