By: Azharul Hakim
7 November 2024

Ggang Putat Jaya Timur IVB No 27 Kecamatan Sawahan, Surabaya tampak ramai pada Senin (18/10) sore. Suasana terkesan religius. Anak laki-laki mengenakan sarung dan kopiah. Yang perempuan tampak ayu mengenakan kerudung.

Di sana, mereka khusyuk sembari memegangi Alquran. Satu per satu melantunkan ayat suci.

Yah, begitulah pemandangan yang bisa dilihat di gang tersebut, lokasi yang dulunya menjadi salah satu tempat lokalisasi. Lain dulu, lain sekarang. Kini wajahnya berubah. Meskipun masih ada beberapa tempat karaoke yang masih beroperasi di sana. 

Bahkan, tiga rumah yang dulunya digunakan bisnis esek-esek kini diubah menjadi pondok.  Itulah Pondok Pesantren Jauharotul Hikmah yang rutin memberikan perhatian pada anak-anak dan mengajak mereka untuk sholat dan mengaji.

| Baca Juga : Duka Korban Banjir Sukabumi, Rumah Terendam Barang Berharga Hilang

Ponpes yang populer dengan sebutan Jeha itu sudah dirintis sejak tahun 2008, saat hingar bingar praktik prostitusi masih berjalan di kampung itu.

Ponpes Jeha di Kecamatan Sawahan, Surabaya. (Foto: Azharul/Nyata)

Ponpes Jeha di Kecamatan Sawahan, Surabaya. (Foto: Azharul/Nyata)

Perjuangan dakwah pesantren tersebut terus berlangsung hingga sekarang. Fasilitasnya pun menjadi lebih baik, dengan dibangunnya gedung tiga lantai yang terdiri dari masjid, kelas, dan kamar santri.

Singkat cerita, pondok itu dirintis oleh satu keluarga yang ingin menjadikan lingkungannya lebih baik. Berawal dari sosok ayah menjadi role model yang baik bagi anak-anaknya. Mochammad Rofiudin, adalah salah satu pencetus berdirinya Ponpes Jeha bersama keenam saudaranya.

| Baca Juga : Kasus Guru Honorer Supriyani vs Wali Murid Berakhir Damai

Sebelum merintis pondok itu, lulusan hukum Universitas Negeri Jember tersebut sudah memiliki jabatan mentereng di salah satu bank Surabaya. Namun, hidupnya tak ingin sebatas itu, Rofi ingin mengamalkan pesan gurunya di Gontor, tempatnya mondok dahulu.

“Kiai saya di Gontor itu bilang gini, kalau cita-cita hidupmu cuma kepengin punya rumah, kepengin makan enak, kemudian kamu punya keluarga, punya anak, apa bedanya dengan kambing. Jadi apa yang didoktrinkan itu menancap di dada saya,” tiru Rofi.

Tags:

Leave a Reply