Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, masyarakat lanjut usia (lansia) di Indonesia rentan terkena luka dekubitus, penyakit kulit berupa ulkus dekubitus.
Ulkus dekubitus merupakan luka tekan atau luka baring, dimana terdapat luka terbuka pada kulit yang disebabkan oleh tekanan di area tubuh tertentu dalam waktu yang lama.
“Rasio kejadian luka dekubitus di Indonesia cukup tinggi, sekitar 33 persen dari keseluruhan lansia yang ada saat ini,” ungkap Nida Rohmawati, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes dalam acara Lifree, peluncuran popok dewasa yang digelar Unicharm Indonesia di Hotel Mulia Senaya, Jakarta, pada Rabu (29/5).
Menurut Nida, rasio kejadian luka dekubitus pada lansia di Indonesia lebih tinggi dibanding Negara-Negara lain di ASEAN.
| Baca Juga: Kaki Mudah Berkeringat? Begini Penjelasan Ahli dan Cara Mengatasinya
Rinadewi Astriningrum, dr., Sp.D.V.E, Subsp.D.A, FINSDV menyebutkan berbagai alasan kenapa banyak lansia di Indonesia rentan terkena dekubitus. Salah satunya adalah kurangnya perawatan terhadap lansia dengan tingkat mobilitas sangat rendah.
Menurunnya tingkat mobilitas pada lansia umumnya terjadi karena stroke. Situasi itu membuat mereka terus menerus terbaring di kasur karena sakit. Lansia dengan kondisi baring berisiko besar terkena ulkus dekubitus.
Lansia dalam keadaan tersebut memiliki mobilitas yang sangat terbatas, sehingga pada area tubuh yang sama akan mengalami tekanan dalam jangka waktu yang lama.
Lansia dengan luka dekubitus memerlukan perawatan yang lebih intensif dibanding lansia yang tidak memiliki masalah kulit tersebut.
“Lansia rentan terkena luka dekubitus jika tetap berada dalam posisi tubuh yang sama dalam jangka waktu lama karena sirkulasi darah terhambat. Karenanya, penting untuk mengubah posisi tubuh secara berkala,” ujar Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DKI Jakarta Jajang Rahmat Solihin.
| Baca Juga: Makanan Penyebab Kelenjar Getah Bening, Gorengan Termasuk!
Di sisi lain, masih banyak para perawat maupun caregiver yang tidak mengganti posisi duduk atau berbaring lansia. Hal ini membuat kulit jadi mudah terluka.
Karena itu, usahakan agar posisi berbaring atau duduk menetap hanya sekitar 30 menit. Setelahnya, tubuh lansia harus digerakkan agar kulit tidak terlalu lama menahan beban dan bergesekan langsung dengan tulang yang bisa memicu luka dekubitus.
“Sayangnya banyak yang kurang tahu kalau para lansia ini harus sering dibolak balik dari tidurnya, harus sering diubah posisinya. Biasanya mungkin dalam satu hari cuma sekali digerakkan. Sebaiknya, bila memungkinkan, ubah posisi lansia ke kanan dan kiri setiap 2 jam sekali bagi lansia yang mengalami kondisi tirah baring. Atau sering mengganti posisi duduk setiap 15 menit sekali agar tidak ada permukaan kulit yang tertekan,” ujar Rinadewi.
Ia menambahkan, banyak perawat atau keluarga yang menjaga lansia belum memahami pentingnya memindahkan atau menggeser posisi duduk dan tidur.
“Orang Indonesia itu terlalu baik. Mereka merasa kasihan jika orangtua harus sering digeser dari tempat tidur, berganti posisi. Makanya malah dibiarkan terus berbaring. Padahal, justru ini yang berbahaya,” ungkapnya.
| Baca Juga: Sederet Manfaat Kunyit, Bisa Meringankan Gejala Depresi
Selain itu, kulit lansia juga lebih kering. Kondisi ini membuat kulit mereka mudah terluka, terutama jika berbaring atau duduk terlalu lama. Kebanyakan luka baring bisa sembuh dengan pengobatan, namun ada pula yang tidak pernah sembuh sepenuhnya.
Rinadewi mengatakan, dalam kondisi tertentu ulkus dekubitus bisa menyebabkan infeksi yang meluas dan dalam hingga menyebabkan sepsis.
“Ulkus dekubitus ini jika sudah masuk tahapan infeksi bakteri, bisa mengancam, bisa masuk ke pembuluh darah dan berujung sampai sepsis,” kata nya. (*)
Tags:Dekubitus Lansia Berbaring Lansia Dekubitus Lansia Ulkus Dekubitus Luka Dekubitus