NYATA MEDIA — Usia I Made Satria Dharma Wishnu memang baru 11 tahun. Namun kepeduliannya terhadap lingkungan patut diacungi jempol. Siswa kelas 6 SDN Ketabang 1 Surabaya itu berhasil olah sampah organik menjadi pupuk kompos berkualitas tinggi.
Bocah yang akrab disapa Wishnu itu memulai kegiatan mengumpulkan sampah sejak Februari 2025. Kala itu, dia ikut ajang Pangeran dan Putri (PangPut) Lingkungan Hidup 2025.
Dalam ajang itu setiap peserta diwajibkan membuat proyek lingkungan. Tidak disangka, hingga kini Wishnu sudah mengolah 20 ton sampah organik menjadi 5 ton pupuk kompos.
”Awalnya saya prihatin ketika melihat banyaknya bunga sembahyang yang terbuang sia-sia di sekitar pura. Padahal itu kalau diolah kembali bisa menjadi barang yang bernilai jual,” kata Wishnu saat ditemui Nyata di pusat pengolahan sampah organik miliknya di Jalan Memet Sastrawirya, Kelurahan Sukolilo Baru, Kecamatan Bulak, Surabaya, Jumat (21/11) lalu.
| Baca Juga: Anggi Wahyuda, Pendaki Satu Kaki yang Meraih Penghargaan FFI 2025
Dari keprihatinan itulah, Wishnu mulai mengumpulkan bunga kenanga kering di sekitar Pura Kenjeran, berlanjut ke sampah rumah tangga. Seiring waktu, dia memperluas wilayah berburu sampah hingga ke Pasar Keputran Surabaya.
Setiap minggu, Wishnu mampu mengumpulkan hingga 1.000 kilogram sampah organik berupa sisa sayur, sampah dapur dan daun kering.
”Saya mengambil sampah sebelum berangkat sekolah. Sampah-sampahnya diangkut pakai mobil bak terbuka. Dibantu sama mama dan para guru,” ujarnya.
Wishnu dan sang ayah tengah memanen kompos. (Dok. Pri)
Limbah sampah organik yang terkumpul kemudian dibawa ke Rumah Induk Mosaik, pusat pengolahan sampah organik milik Wishnu dan keluarga. Sampah-sampah itu langsung dimasukkan ke dalam sumur resapan berukuran lima meter dengan kedalaman satu meter.
| Baca Juga: Runner Up Miss Universe 2025, Olivia Yace Mengundurkan Diri
Sampah hijau kemudian dicampur dengan sampah kering atau sekam. Lalu ditambahkan dengan cairan EM 4 agar tidak berbau busuk. Limbah kemudian dibiarkan selama dua bulan hingga menjadi kompos.
Meski terlihat mudah namun dalam membuat ternyata juga ada tantangannya. ”Mungkin pas awal-awal itu ke pasar becek, terus lihat sampah sisa sayur yang kadang sudah bau. Terus pas mau ambil juga ada rasa jijik. Tapi lambat laut sudah biasa,” curhat Wishnu polos.
Aksi peduli lingkungan itu tidak hanya berkontribusi pada lingkungan sekitar, tetapi juga mendatangkan manfaat ekonomi. Pupuk kompos yang diberi nama WiPuKo (Wishnu Pupuk Kompos) itu sangat diminati banyak kalangan. Produknya dipasarkan secara offline di berbagai pameran dan bazar. Pembelinya tersebar hingga Pasuruan.
”Pupuk komposnya dikemas dalam wadah plastik berukuran satu kilogram harganya Rp5 ribu saja. Sebulan bisa dapat keuntungan Rp200 ribu. Itu dipakai untuk membeli kembali compost bag untuk melanjutkan proses pengolahan sampah,” beber anak dari pasangan Mita Ningrum Setyasih dan Letkol I Gede Bagus Tri Lasmana.
| Baca Juga: Luna Maya Siapkan Nama Anak yang Ada Unsur Alam Indonesia
Produk pupuk kompos buatan Wishnu. (Foto: Dok. Pri)
Berkat project itu, Wishnu berhasil jadi finalis Pangeran Lingkungan Hidup 2025. Dia bersaing dengan 27 finalis lainnya di katagori SD memperebutkan juara pertama. Pemenang akan diumumkan pada malam Penganugerahan Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup, tahun depan.
Selain itu, anak kedua dari tiga bersaudara itu juga aktif mempromosikan potensi limbah sampah organik kepada 9 ribu warga serta masyarakat umum. Kedepanya Wishnu berharap proyek ini menjadi program berkelanjutan.
”Inginnya sampai tahun-tahun berikutnya masih tetap rutin ngumpulin sampah organik. Terus pupuk komposnya bisa digunakan banyak orang,” harapnya.
Dampak positif dari kegiatan Wisnu juga dirasakan lingkungan sekitar. Baik di lingkup keluarga maupun tetangga.
| Baca Juga: Tiga Tahun Nikah Siri, Aktris Go Won Hee ‘King The Land’ Cerai
”Secara otomatis sebagai orang tua akhirnya tersadar harus selalu mencintai lingkungan. Dari kebiasaan-kebiasaan kecil seperti mematikan AC dan lampu saat tidak digunakan. Pun warga sekitar jadi rajin memilah sampah dari rumah, menjadi praktik yang diterapkan sehari-hari,” ungkap ibunda Wishnu, Mita Ningrum Setyasih di momen yang sama.
Mita bersyukur proyek putranya itu didukung banyak pihak. ”Saya turut berterima kasih kepada para guru dan warga sekitar rumah yang senantiasa mendampingi dalam pengambilan sampah, bersih-bersih pantai, dan berbagai kegiatan lingkungan lainnya. Jadi saya merasa ikut terbantu juga,” ucap sang ibunda yang berprofesi sebagai konsultan interior arsitek itu. (*)
Tags:Olah Sampah Pupuk Kompos Siswa SD Surabaya Wishnu
