Bagi sebagian orang, headset sudah menjadi bagian dari keseharian. Mulai dari bekerja, belajar online, hingga mendengarkan musik, perangkat ini hampir tak pernah lepas dari telinga. Namun, di balik kenyamanannya, pakai headset juga menyimpan risiko serius, salah satunya gangguan pendengaran alias tuli.
Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) dari Departemen Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala Leher (THT-KL), dr. Fikri Mirza Putranto mengatakan tuli akibat bising kini menjadi ancaman baru di era modern.
“Orang yang mengalami cedera bising memiliki gejala awal telinga berdenging dan terasa tertutup seperti kemeng. Gejala ini sering kali dianggap sepele karena dapat hilang dalam waktu 24 jam. Namun, justru karena sering diabaikan dan berulang, lama-kelamaan bisa menimbulkan gangguan permanen,” kata dr. Fikri, dikutip Rabu (13/8/2025).
| Baca Juga:Hanya 5 Menit, Lakukan Cara ini Ketika Sulit Tidur Karena Stres
Selain menimbulkan gangguan telinga, cedera bising kronik juga dapat berdampak besar terhadap kualitas hidup.
Mulai dari kesulitan berkomunikasi di lingkungan ramai, gangguan konsentrasi, hingga gangguan sosial dan percepatan penuaan pada jalur pendengaran.
Menurut Fikri, Personal Listening Device (PLD) yang beredar saat ini memiliki banyak jenis seperti earbuds (headset), headphone over-ear (dengan atau tanpa noise cancelling), hingga bone conduction headset.
Jenis over-ear dengan fitur Active Noise Cancelling (ANC) dianggap menjadi pilihan yang relatif lebih aman karena mampu meredam kebisingan tanpa harus menaikkan volume secara berlebihan.
| Baca Juga: 5 Zodiak yang Paling Suka Silent Treatment Saat Hadapi Masalah
Akan tetapi, PLD jenis ini tidak disarankan digunakan sambil berjalan atau berlari karena mengurangi kewaspadaan terhadap lingkungan.
Agar aman, Fikri menganjurkan penggunaan PLD dengan volume maksimal 60 persen selama tidak lebih dari 60 menit per hari.
Selain itu, penting untuk beristirahat setiap satu jam selama 5 menit, menjaga kebersihan earbuds, serta memanfaatkan fitur volume warning yang kini tersedia pada banyak gawai.
“Gunakan PLD dengan teknologi noise cancelling agar tidak perlu menaikkan volume terlalu tinggi. Batasi volume di bawah 80 desibel,” ujarnya.
Apabila pakai headset membuat telinga sakit, maka pengguna harus memeriksakan diri ke dokter spesialis THT-KL. Dua dari tiga kondisi yang harus diperhatikan adalah penggunaan lebih dari 4 jam per hari, volume di atas 80 persen atau munculnya nyeri atau berdenging setelah pemakaian.
| Baca Juga: Jalan Kaki 6-6-6 Lagi Hype di Media Sosial, Ini Manfaatnya
Untuk kasus cedera yang bersifat akut, seperti telinga berdenging khususnya jika terjadi dalam kurun waktu kurang dari 12 minggu, pengobatan medis masih memungkinkan.
Sementara, untuk kondisi kronis tanpa gangguan psikologis, terapi transcranial magnetic stimulation yang melibatkan dokter neurologi bisa menjadi pilihan.
“Kalau sudah menetap dan disertai keluhan psikologis seperti stres atau depresi, maka penanganan harus melibatkan psikolog atau psikiater untuk mendampingi proses pemulihan,” kata dia. (*)
Jangan ketinggalan berita terbaru dan kisah menarik lainnya! Ikuti @Nyata_Media di Instagram, TikTok, dan YouTube untuk update tercepat dan konten eksklusif setiap hari.
Tags:Gangguan Telinga Headset Tulis Universitas Indonesia