By: Azharul Hakim
23 October 2025

Fahri Huzaini masih mengingat dengan baik kejadian pada Senin (29/10) petang itu. Usai menyelesaikan rakaat pertama salat Ashar yang dilaksanakan berjamaah, anak pertama dari dua bersaudara itu mendengar suara reruntuhan bambu di bagian belakang musala.

Dia mengaku sudah waspada meski salat tetap berlanjut. Namun, begitu rakaat kedua, ketika tetiba bangunan bergoyang hebat dan suara reruntuhan makin kencang, santri kelahiran 25 Januari 2012 itu refleks. Dia langsung lompat berlari ke arah bangunan musala lama yang berada di bagian depan yang menjadi shaf awal.

”Goyangannya kencang. Aku langsung lari saja sama teman-teman,” kata warga Desa Sidokepung, Buduran, Sidoarjo itu. Sebagian besar teman-temannya di shaft yang berdekatan dengannya pun melakukan hal yang sama.

Dia menyebutkan, tidak sampai hitungan menit, bangunan musala empat lantai yang sedang dalam proses pembangunan itu pun ambruk. ”Waktu bambu jatuh pertama itu, sudah ngerasa enggak enak. Apalagi kemudian suara ambrukan tambah kenceng dan diikuti bangunan yang goyang-goyang. Langsung lari saya,” ujar siswa kelas dua Ibtidaiyah itu.

Remaja penghobi bola itu mengatakan, mereka yang berada di shaf depan memang selamat. Karena bangunan musala di bagian depan adalah bangunan lama yang tidak terhubung dengan bangunan baru yang runtuh tersebut.

Bangunan baru itu, kata Fakhri, sudah dalam tahap pembangunan ketika dia masuk Pesantren Al Khoziny, dua tahun yang lalu. ”Waktu masuk, yang lantai satu sudah ada. Terus dalam proses pembangunan yang lantai dua,” sambung remaja 14 tahun yang bercita-cita jadi pemain bola itu.

Setelah ambruk, mereka yang berada di musala depan meloloskan diri dari reruntuhan dengan membongkar tumpukan runtuhan yang berada di samping kiri musala lama. Saat proses meloloskan diri itu, dia menyaksikan beberapa temannya yang mengalami luka berat. Termasuk salah satu yang menjadi korban tewas pertama.  ”Setelah lolos, langsung kami dibawa naik ambulance ke RS,” ujar dia.

Di dalam ambulance ada tiga teman yang lain. Salah satunya mengalami luka parah di bagian kepala. “Darah mengucur tidak henti,” ceritanya. Fakhri bersyukur dia hanya mengalami luka ringan. Saat wawancara pada Selasa (21/10) di tangannya terlihat masih ada sisa luka yang baru kering.

Nur Ahmad Rahmatulloh

Nur Ahmad. Foto : NET

Nur Ahmad. Foto : NET

Salah seorang korban luka ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Senin (29/9), Nur Ahmad Rahmatulloh hingga saat ini masih beradaptasi. Ahmad adalah santri ponpes Al Khoziny yang saat insiden ambruknya musala, lengan kirinya harus diamputasi di tempat oleh tim yang dipimpin dr. Larona Hydravianto, Sp. OT (K), Spine, M.Kes.

| Baca Juga : Fakta-fakta di Balik Runtuhnya Bangunan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

Tags:

Leave a Reply