Angelia merasa bahwa kasusnya kurang mendapat perhatian karena dianggap sebagai masalah domestik yang tidak mendesak.
“Saya bahkan sering dibecandain sama polisi atau lembaga negara lain. Seolah-olah kalau nggak ada yang mati, itu nggak dianggap serius,” curhatnya dengan nada terisak.
| Baca Juga: Jacob Cass, Pria AS Kolektor Ribuan Arsip Sejarah Indonesia
Kehilangan EJ juga sempat membuatnya mengalami depresi.
”Makanya beberapa kali saya terpikir ingin bunuh diri. Mau ngapain lagi gitu kan dan sudah beberapa tahun mencari keadilan. Dan setiap kali saya berharap ketemu pejabat pemerintah kayaknya ada harapan terus ternyata nggak jadi, batal lagi gitu. Tapi terus saya ingat bahwa saya harus bawa EJ pulang,” ungkapnya.
Dengan berlinang air mata, Angel berharap pada pemerintah agar menganggap serius kasus parental abduction atau penculikan anak oleh orang tua.
”Saya nggak akan berhenti mencari EJ. Saya berharap di manapun EJ berada, EJ masih merasakan bahwa mamanya nggak pernah menyerah. Mama akan selalu mencari kamu, Nak. Mama tidak akan pernah menyerah,” tuturnya.
| Baca Juga: Perjuangan Profesor Richard Scolyer Melawan Kanker Otak
Hal yang sama turut dirasakan Lisa. Dia terpisah dari putrinya, Eiko sejak September 2021. Saat Eiko masih berusia 10 bulan. Eiko dibawa kabur oleh mantan suaminya, SS.
“Saya waktu mandi, anak saya sudah nggak ada dibawa lari,” ucap Lisa di momen yang sama.
Sejak itu, Lisa dan sang buah hati tidak pernah bertemu sama sekali. Namun dia tidak menyerah. Berbagai upaya dilakukan untuk bisa bertemu kembali dengan Eiko. Mulai dari melapor ke polisi, lembaga perlindungan anak, hingga audiensi ke DPR RI.
“Saya menemukan banyak sekali kesulitan dalam menemukan anak saya. Lelah mental iya, terkuras secara finansial juga,” ujarnya.
Tags:Kasus Parengtal Abduction Korban Penculian Orang Tua Korban Penculikan Parental Abduction Perceraian Orang Tua