By: Naomi Nilawati
18 November 2025

NYATA MEDIA — Setiap orang tua tentu tidak ingin anak jatuh sakit, apalagi sampai terkena penyakit yang membahayakan nyawa seperti pneumonia atau radang paru-paru. Penyakit ini menjadi ancaman besar bagi anak-anak di seluruh dunia.

Kanya Ayu Pramastri, dr., SpA, menjelaskan, radang paru-paru masih menjadi penyebab kematian utama pada anak. “Menyebabkan 740.000 kematian pada anak di bawah usia lima tahun di seluruh dunia. Jadi masih menjadi angka kematian terbanyak, bukan cuma di Indonesia, tapi worldwide,” jelasnya.

Di Indonesia, kasus pneumonia pada anak terus bertambah dari tahun ke tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlahnya bahkan meningkat hampir dua kali lipat menurut data Kementerian Kesehatan RI.

Dokter Kanya menambahkan, “Kalau tiga bulan terakhir ini anak-anak di sekolah banyak batuk pilek, itu bukan cuma tren, tapi sudah jadi pola. Bahkan di satu kelas bisa sampai 50 persen anak nggak masuk karena sakit.”

| Baca Juga: Tips Menjaga Kesehatan Gigi Bayi yang Mulai Tumbuh

Karena itu, orang tua perlu mengenali pneumonia lebih awal. “Tak kenal maka tak sayang. Tapi dalam kesehatan anak, tak kenal maka tak waspada. Maka kenali tanda kegawatannya,” ujarnya saat World Pneumonia Day 2025 di Jakarta.

Pneumonia adalah infeksi pada paru-paru yang menyebabkan peradangan dan cairan menumpuk di alveoli (kantung udara). Akibatnya, anak sulit bernapas dan kekurangan oksigen.

Menurut dr. Kanya, “Gejalanya terdiri dari demam, batuk, sesak, dan tanda kekurangan oksigen. Tidak semua batuk pilek disebut pneumonia. Tapi kalau napasnya mulai berat, cepat, atau ada tarikan dada, itu harus diwaspadai.”

Menurut dr. Kanya, orang tua perlu waspada terhadap beberapa tanda kegawatan napas pada anak. (1) Anak yang bernapas lebih cepat dari biasanya, (2) cuping hidung yang terlihat kembang-kempis, (3) dada atau perut yang tampak tertarik ke dalam saat bernapas, serta (4) munculnya bunyi napas tidak normal seperti mengi atau ‘ngik-ngik’, dan (5) gerakan kepala naik turun (head bk obbing).

Semuanya dapat menjadi petunjuk bahwa anak mengalami kesulitan bernapas dan perlu segera diperiksa.

Ia menegaskan, “Kalau salah satu tanda itu muncul saja, jangan tunggu semuanya. Segera bawa ke dokter. Jangan tertipu karena anaknya masih bisa main, padahal sebenarnya sedang sesak.”

| Baca Juga: Resep Seblak Rendah Kalori dan Tinggi Protein ala Nada Tarina

Penyebab Pneumonia dan Cara Penularannya

Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Pada anak, penyebab tersering adalah bakteri Streptococcus pneumoniae.

Menurut dr. Kanya, “Bakteri ini bisa hidup normal di tenggorokan tanpa menimbulkan gejala. Tapi ketika daya tahan tubuh menurun, dia bisa berkembang dan menyebar.”

Jika sudah menyebabkan infeksi, bakteri ini dapat menimbulkan berbagai masalah, mulai dari infeksi telinga tengah, sinusitis, radang paru atau pneumonia, hingga meningitis bila bakteri mencapai otak.

Penularannya sangat mudah, terutama dari percikan batuk, bersin, bahkan sentuhan.

“Jangan remehkan gagang pintu atau saklar lampu. Dua benda itu paling sering jadi media penular penyakit tanpa kita sadari,” ujar dr. Kanya.

| Baca Juga: Baru Sebulan Menikah, Eun Ji Won Sechskies Jalani Vasektomi

Pencegahan Bisa Dimulai dari Rumah

Menurut rekomendasi WHO, CDC, dan IDAI, pneumonia dapat dicegah dengan langkah-langkah sederhana yang bisa dilakukan di rumah.

Orang tua disarankan untuk membiasakan cuci tangan, menggunakan masker saat batuk atau bersin sambil mengajarkan etika batuk yang benar kepada anak, menjaga sirkulasi udara di rumah, memastikan anak mendapat nutrisi yang cukup, serta menjauhkan mereka dari paparan asap rokok.

Dokter Kanya menegaskan pentingnya hal ini dengan mengatakan, “Merokok merusak dinding saluran napas. Kalau dinding itu rusak, kuman lebih mudah masuk.”

| Baca Juga: Kesehatan Terus Membaik, Fahmi Bo Berencana Rujuk dengan Istri

Vaksinasi: Pelindung Terkuat

Wahyuni Indrawati, dr., SpA(K), Subsp. Respi., menegaskan bahwa pencegahan harus dilakukan menyeluruh. “Kalau dilakukan bersama, bisa menurunkan kejadian pneumonia hingga 50 persen,” ujarnya.

Kunci pencegahan pneumonia yang paling efektif adalah vaksinasi, terutama vaksin pneumokokus (PCV). dr. Wahyuni menjelaskan bahwa ketika sebagian besar masyarakat sudah mendapatkan vaksin, perlindungan tidak hanya dirasakan oleh individu yang divaksin, tetapi juga oleh orang-orang di sekitarnya.

Inilah yang disebut kekebalan kelompok, situasi ketika komunitas menjadi lebih aman karena mayoritas anggotanya sudah terlindungi.

Dokter Kanya menambahkan bahwa ada beberapa jenis vaksin yang berperan penting dalam mencegah pneumonia, seperti vaksin DPT-HIB, vaksin influenza yang diberikan secara rutin setiap tahun, serta vaksin PCV yang memberikan perlindungan terhadap bakteri penyebab pneumonia berat.

| Baca Juga: Mengenal Allday Project, Grup Cicit Pendiri Samsung yang Raih Daesang

Ia menjelaskan bahwa vaksin PCV diberikan beberapa kali pada tahun pertama kehidupan anak, kemudian dilengkapi dengan satu dosis tambahan saat anak lebih besar. Jika pemberiannya terlambat, orang tua tidak perlu khawatir karena vaksin tetap bisa diberikan. “Better late than never,” ujarnya.

Ia juga memberikan analogi, “Kalau mau bangun rumah, pondasinya itu nutrisi dan gizi. Dindingnya gaya hidup sehat. Tapi atapnya, pelindung terpentingnya, adalah imunisasi. Kalau nggak dikasih atap, rumahnya tetap bisa kebanjiran saat musim hujan.”

Bedakan Flu Biasa dan Pneumonia

Perlu diperhatikan bila Pneumonia bukan sekadar batuk pilek. Diingatkan dr. Kanya, “Kalau flu karena virus biasa, anak masih aktif, makan, dan bermain. Tapi kalau napasnya cepat, sesak, tampak lemas, itu tanda bahaya. Segera bawa ke dokter.”

Ia juga menekankan, “Tidak ada orang tua yang ingin anaknya sakit. Maka tugas kita adalah memberi perlindungan terbaik bagi mereka, salah satunya lewat vaksinasi dan kewaspadaan.”

Bisakah Paru-Paru Anak Pulih Sepenuhnya?

Kekhawatiran orang tua tentang kondisi paru-paru anak setelah terkena pneumonia sangat wajar. dr. Wahyuni menjelaskan bahwa pemulihannya sangat bergantung pada tingkat keparahan infeksi. “Kalau ringan dan diobati sejak dini, biasanya bisa pulih normal. Tapi kalau infeksinya berat, bisa menimbulkan jaringan parut seperti keloid di paru-paru,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa anak yang sudah mendapatkan vaksin umumnya mengalami gejala yang lebih ringan. “Sistem imunnya sudah dilatih oleh vaksin, jadi ketika infeksi datang, tubuhnya lebih siap,” ujarnya. (*)

Tags:

Leave a Reply