By: Bayu
18 July 2025

Dunia perfilman Indonesia kembali membuktikan diri mampu bersaing di ranah global melalui penerapan teknologi mutakhir. Film fiksi ilmiahPelangi di Mars’ besutan sutradara Upie Guava menjadi salah satu contoh nyata.

Film itu dibuat dengan teknologi Extended Reality (XR) dan motion capture untuk menciptakan semesta baru yang menyatukan aksi nyata para aktor dengan dunia digital penuh robot dan latar luar angkasa secara seamless.

“Ini bukan sekadar film sci-fi biasa. Kami menggunakan XR, motion capture, dan animasi untuk menciptakan pengalaman visual yang imajinatif, tapi tetap punya akar budaya,” kata Upie Guava saat konferensi pers di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025).

| Baca Juga: Achmad Megantara Jadi Agnostik, Indah Permatasari Anak Kiai di ‘Ibadah dan Cinta’

Upie menjelaskan, proses motion capture berlangsung selama dua minggu penuh, diikuti dengan syuting live action selama 14 hari, menjadikan proyek ini sebagai salah satu yang paling ambisius di Tanah Air.

Selain itu, Pelangi di Mars menampilkan robot-robot yang dirancang dengan detail tinggi, bukan hanya dari sisi grafis tetapi juga identitas budaya yang melekat di setiap karakter robot.

Robot-robot tersebut tidak sekadar tempelan visual, melainkan bagian penting dari narasi dan filosofi film.

“Robot di sini bukan hanya pendamping karakter utama, tapi masing-masing punya karakter dan budaya yang dibawa. Ada Batik dari Indonesia, Kimci dari Korea, Petya dari Rusia, dan Yoman dari Jamaika,” lanjut Upie.

| Baca Juga: Tidak Nyaman Jadi Pocong, Yunita Siregar Bintangi Film ‘Kitab Sijjin dan Illiyyin’

Di balik kecanggihan visual tersebut, film ‘Pelangi di Mars’ membawa cerita tentang masa depan bumi yang kelam. Setting waktu diletakkan di tahun 2090, ketika bumi menghadapi krisis air bersih karena kerakusan perusahaan korporasi raksasa bernama Nerotex.

Dalam keputusasaan itu, harapan muncul dari Mars, planet merah yang telah menjadi rumah bagi manusia pertama yang lahir di sana, seorang gadis kecil berusia 12 tahun bernama Pelangi.

Karakter Pelangi tak sendiri. Ia ditemani para robot dengan berbagai keunikan dan budaya masing-masing dalam menjalankan misi penyelamatan bumi. Bersama sang ayah, Banyu (diperankan oleh Rio Dewanto), Pelangi mencoba mencari mineral ajaib bernama Zeolith Omega, satu-satunya harapan untuk memurnikan kembali air di bumi.

Sementara sosok Pratiwi, sang ibu yang diperankan Lutesha, menjadi benang merah yang memicu perjalanan penuh tantangan itu.

| Baca Juga: Ari Irham dan Sandrinna Michelle Ungkap Beratnya Syuting ‘Rego Nyowo’

Bagi para pemain, berakting dalam film dengan dukungan teknologi canggih ini menjadi pengalaman baru yang penuh tantangan. Lutesha, misalnya, mengaku harus mengandalkan imajinasi saat berakting di tengah set studio yang penuh dengan green screen dan alat bantu XR.

“Awalnya susah karena harus membayangkan semuanya. Tapi begitu lihat hasil akhirnya, ternyata sangat keren,” kata Lutesha.

Rio Dewanto pun tak kalah merasakan tantangan, terutama saat harus mengenakan kostum astronaut lengkap.

“Kostumnya berat, gerah, dan di dalamnya ada kipas yang malah bikin berisik. Jadi komunikasi di set itu agak tricky,” selorohnya.

| Baca Juga: Al Ghazali Beri Kesaksian Kasus yang Dilaporkan Ahmad Dhani

Di balik keberhasilan film ini, dukungan dari berbagai pihak turut berperan penting. PFN di bawah pimpinan Ifan Seventeen memberikan dorongan penuh untuk proyek ini, bersama dengan Mahakarya Pictures yang bertindak sebagai produser.

Produser Mahakarya Pictures, Dendi Reynando, menegaskan bahwa film ini lahir dari kerinduan akan tontonan keluarga berkualitas yang juga bisa memperkenalkan budaya Indonesia di tengah tema futuristik.

“Saya sebagai ayah tiga anak merasa perlu ada film anak yang membangkitkan imajinasi sekaligus memperkenalkan nilai budaya kita,” ungkap Dendi.

Upie Guava berharap Pelangi di Mars bisa membuka jalan bagi sineas Indonesia untuk lebih berani berkarya di genre fiksi ilmiah dengan kualitas internasional.

“Kita harus berani bersaing dengan Hollywood. Pahlawan itu nggak harus dari sejarah masa lalu, kita bisa menciptakan pahlawan baru lewat karya seperti ini,” pungkas Upie. (*)

Tags:

Leave a Reply