By: Alva Reza
18 July 2024

Seminggu jelang pembukaan, Olimpiade Paris 2024 malah menuai kecaman dari dunia internasional. Tuan rumah Olimpiade yang bakal dibuka pada 26 Juli mendatang tersebut, dicap diskriminatif dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) oleh organisasi Amnesty Internasional.

Itu lantaran kebijakan Prancis yang melarang atlet perwakilan negaranya mengenakan hijab di Olimpiade dan Paralimpiade 2024. Kebijakan tersebut pun dianggap telah mencederai hak yang dimiliki perempuan, khususnya kaum muslim di negara tersebut.

“Peraturan diskriminatif yang mengatur pakaian yang dikenakan perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia bagi perempuan dan anak perempuan Muslim,” ujar Anna Blus, peneliti hak-hak perempuan di Amnesty Internasional Eropa, Selasa (16/7).

“Dan (hal tersebut) berdampak buruk pada partisipasi mereka dalam olahraga, serta menghambat upaya untuk menjadikan olahraga lebih inklusif dan lebih mudah diakses,” lanjut Anna, seperti dikutip oleh amnesty.org.

| BACA JUGA : Bawa Obor Olimpiade Paris 2024, Jin BTS Gugup

Amnesty Internasional juga menyebut, bahwa larangan yang diterapkan oleh Prancis bertentangan dengan peraturan di beberapa cabang olahraga. Misalnya Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), Federasi Bola Basket Internasional (FIBA), dan Federasi Bola Voli Internasional (FIVB).

Tiga organisasi yang menaungi cabang olahraga di tingkat dunia itu diketahui tidak memiliki larangan apa pun terkait hijab kepada para atletnya. Oleh karena itu, Olimpiade Paris 2024 dianggap berpotensi mencederai semangat kebebasan yang selama ini dimiliki oleh cabang olahraga tersebut.

Seorang atlet basket Prancis, Hélène Bâ, turut merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Atlet yang selalu memakai hijab tersebut tidak diizinkan bermain dalam pertandingan basket profesional sejak Oktober 2023 lalu.

“(Larangan tersebut) merupakan pelanggaran yang jelas terhadap piagam, nilai-nilai, dan ketentuan Olimpiade, serta pelanggaran terhadap hak-hak dasar dan kebebasan kita. Saya pikir, ini akan menjadi momen yang memalukan bagi Prancis,” ucap Helene Ba.

| BACA JUGA : Jin BTS Terpilih Jadi Pembawa Obor Untuk Olimpiade Paris 2024

“Secara mental hal itu juga sulit, karena Anda benar-benar merasa dikucilkan. Terutama ketika Anda pergi ke bangku cadangan dan wasit menuruh anda pergi ke tangga (tribun). Semua orang melihat Anda, itu adalah tindakan yang memalukan,” imbuhnya.

Menteri Olahraga Prancis, Oudea-Castera, mengatakan bahwa kebijakan terkait hijab itu berdasarkan prinsip sekularisme yang dianut Prancis.

Pada September lalu, ia sempat membuat pernyataan yang menyebutkan bahwa prinsip sekularisme tersebut termasuk larangan memperlihatkan simbol-simbol keagamaan selama acara olahraga. Hal itu ditegakkan terhadap seluruh atlet yang bertanding untuk Prancis selama Olimpiade.

“Yang berarti bahwa perwakilan delegasi kami, di tim Prancis kami, tidak akan mengenakan hijab,” ucap Castera.

| BACA JUGA : 4 Tips Diet Ala Atlet Olimpiade yang Bisa Kamu Ikuti

Larangan tersebut pun segara ditanggapi oleh PBB. Mereka mengkritik kebijakan Prancis dan menegaskan bahwa tidak ada yang boleh mendikte perempuan. Khususnya, terkait busana.

“Tidak seorang pun boleh memaksakan kepada seorang wanita apa yang perlu ia kenakan atau tidak,” ucap tanggapan PBB, dikutip dari The Guardian.

Kementerian Olahraga Prancis pun langsung mengklarifikasi pernyataan yang dikritik PBB tersebut. Ia mengatakan, atlet boleh memakai hijab di Kampung Olimpiade (tempat tinggal atlet selama Olimpiade). Namun dilarang saat bertanding.

Selain itu, Kementerian tersebut menegaskan, bahwa atlet dari negara lain bebas mengikuti aturan yang ditetapkan oleh federasi mereka sendiri dan Komite Olimpiade Internasional.

| BACA JUGA : Jihyo ‘TWICE’ Pacaran dengan Atlet Olimpiade Yun Sung Bin?

Meski begitu, Amnesty Internasional memandang langkah Prancis itu sebagai hal yang munafik. Sebab, kebijakan tersebut bertentangan dengan klaim komite Olimpiade Paris 2024, yang menyebut diri sebagai Olimpiade Kesetaraan Gender Pertama.

“(Melarang atlet memakai hijab) merupakan olok-olok terhadap klaim bahwa Paris 2024 adalah Olimpiade dan Paralimpiade Kesetaraan Gender pertama dan mengungkap diskriminasi gender yang mendasari akses terhadap olahraga di Prancis,” ujar Anna Blus. (*)

Tags:

Leave a Reply