By: Azharul Hakim
15 October 2025

NYATA MEDIA — Jauh sebelum Muhammad Ali Rahbini mondok di Pondok Pesantren (ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, ada kebiasaan yang dia lakukan bersama ayahnya, Kyai Haji Mahrus Ismail. Mereka tidur berbagi bantal.

Tidak hanya itu, Beni, demikian Ali Rahbini biasa disapa, juga menjadi penuntun langkah ayahnya, yang sulit berjalan karena kondisi kesehatannya. Namun kebiasaan itu berkurang setelah Beni mondok, dua tahun lalu. Tapi sesekali masih bisa, saat liburan.

”Dia selalu tidur sama saya. Kadang nuntun ke kamar mandi, karena saya kan sudah tidak bisa jalan sendiri,” kata Mahrus Ismail kepada Nyata di rumahnya, Desa Birem Kecamatan Tambelangan, Sampang, Sabtu (11/10).

| Baca Juga : Kisah Pilu Ayah Santri Korban Ambruknya Ponpes Al Khoziny, Dua Minggu Menanti Identifikasi Jenazah Anak

Namun semua itu kini tinggal kenangan. Beni meninggal dalam insiden ambruknya bangunan musala ponpes Al Khoziny. Pemuda berusia 19 tahun itu berhasil diidentifikasi pada Senin (6/10) lalu.

Esok hari, jenazahnya tiba di rumah duka dan dimakamkan di pemakaman keluarga, di belakang Ponpes Ihya Ulumuddin, Sampang. Pesantren milik keluarga besar Mahrus Ismail.

Suasana rumah duka. Foto : Azharul Hakim/Nyata

Suasana rumah duka. Foto : Azharul Hakim/Nyata

Liburan Terakhir

Mahrus sendiri dikenal sebagai ulama sekaligus pengasuh Ponpes Ihya Ulumuddin. Dia putra Kiai Darwis, pengasuh Ponpes Annaqsabandiyah Ombul, Sampang.

Meski ayahnya memiliki ponpes, namun Beni memilih menuntut ilmu di ponpes lain. Sebab fasilitas Ihya Ulumuddin belum memadai.

”Saya yang melepas anak untuk belajar di luar. Sebab tempat ini belum memadai. Masih tahap pembangunan. Rencananya, kami akan mendirikan sekolah formal dari SMP sampai perguruan tinggi. Tapi sekarang baru ada masjid dan asrama yang saat ini masih dibangun,” kata Mahrus.

Beni mondok sejak lulus SMA, tepatnya dua tahun lalu. Dia kuliah di Institut Agama Islam Al Khoziny Jurusan Pendidikan Agama Islam. Pada 3-12 September, Beni sempat pulang kampung, bertepatan libur Maulid Nabi. Ternyata pada 9 September, kakeknya meninggal.

| Baca Juga : Tiga Jenazah Korban Ponpes Al Khoziny Teridentifikasi, Satu di antaranya Body Part

Momen itu pun jadi momen-momen terakhir keluarga melihat Beni secara langsung. Mahrus merasa ada yang berbeda pada wajah anak ke tiga dari istri pertama itu. Terlihat pucat seperti tidak bersemangat.

”Hari terakhir itu Beni bilang, ’Abi, Beni mau benerin kacamata karena patah’. Saya kasih dua ratus ribu dan setelah itu langsung pulang ke pondok, takut telat,” kenang ayah 14 anak dari tiga istri itu.

Punya Firasat

Tidak disangka itu komunikasi terakhir mereka. Saat mendengar bangunan ponpes Al Khoziny ambruk, keluarga seperti sudah punya firasat.

”Saya pertama kali tahu dari ibunya. Waktu itu ibunya mau ke Malang, tapi batal. Ibunya khawatir. Dan benar kejadiannya saat salat Ashar dan Beni selalu salat berjamaah” kata Mahrus yang tidak datang ke lokasi itu.

| Baca Juga : Identifikasi Korban Ponpes Al Khoziny Terus Berlanjut, 19 Jenazah Belum Terungkap

Saat ditemukan, Beni mengenakan seragam pondok putih dan sarung cokelat. Di sakunya ada bolpoin dan kunci lemari. Firasat lain juga dirasakan Muhammad Harun Ar Rasyid, kakak Beni. Seminggu sebelum Beni meninggal, Harun berkunjung. Namun kunjungan kala itu berbeda.

Jika biasanya Beni akan mencegah kakaknya pulang, kali ini tidak. ”Biasanya kalau saya berkunjung, disuruh nginep. Tapi waktu ketemu terakhir, saya seakan-akan disuruh pulang. ’Pulang saja, Kak, tidak apa-apa’,” kenang Harun, menirukan ucapan adiknya.

Sementara ibunya, merasakan hal ganjil, tiga hari sebelum kejadian. Tanpa sebab dadanya terasa sesak dan pikirannya tak lepas dari sosok Beni. ”Makanya kemarin waktu jenazah sampai rumah, Ibu sempat membuka peti, seperti ingin mengusap kepala Beni,” kata pemuda berambut panjang itu.

Bisnis Peternakan

Di mata keluarga, Lora Beni, sebutan bagi anak pengasuh pesantren di Madura dikenal sebagai anak yang tekun beribadah. Perkataan dan tindakannya tidak pernah membuat orangtuanya kecewa.

| Baca Juga : Delapan Hari di Bawah Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Penemuan Korban Jadi Booster Semangat

Sebelum nyantri, Beni senang memelihara hewan. Mulai burung merpati, ayam, bebek, bahkan pernah memiliki 20 ekor sapi. ”Cita-citanya ingin punya bisnis peternakan. Sejak kecil memang suka pelihara hewan. Habis sekolah, dia suka cari rumput,” kenang Mahrus.

Sepeninggal Beni, keluarga tidak larut dalam kesedihan berlebih. Tak ada tangis histeris, hanya ada air mata sebagai tanda cinta. Bagi mereka, kepergian Beni merupakan permulaan menuju tempat terbaik di sisi Tuhan.

”Saya legowo, karena anak saya mati dalam keadaan sedang mencari ilmu. Mati syahid. Insyaallah dia dijamin masuk surga. Umur itu kan Allah yang atur,” ucap Mahrus. (*)

Jangan ketinggalan berita terhangat lainnya di Tabloid Nyata Cetak! Setiap minggunya, kami hadir dengan edisi terbaru yang penuh dengan kisah eksklusif, berita selebriti terkini, dan cerita inspiratif.

Dapatkan Tabloid Nyata Cetak dengan mudah! Klik link di sini untuk pemesanan via marketplace. 

Tags:

Leave a Reply