By: Padnya
15 January 2025

”Orangtua saya itu bisa dibilang kejam. Dia enggak peduli, mau saya disabilitas atau enggak diperlakukan sama. Saya dulu waktu kecil udah diajarin gimana ambil air biar enggak tumpah, ambil piring biar enggak pecah. Akhirnya waktu SD, saya sudah bisa makan sendiri. Nimba air di sumur,” kenangnya.

| Baca Juga: Demi Rekor Guinness, Wanita 55 Tahun ini Lari 42 Km Tiap Hari dalam Setahun

Dari situ, pemuda berusia 27 tahun itu tumbuh menjadi individu yang tangguh dan pemberani. Aktivitas apa pun bisa dilakukan sendiri. Dari SD hingga SMP, Alfian mengenyam pendidikan sekolah luar biasa di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya.

Saat SMA, dia sekolah reguler di SMAN 8 Surabaya dan menjadi siswa disabilitas pertama di sekolah itu. Disana Alfian dikenal sebagai murid berprestasi. Dia selalu menjuarai beberapa kompetisi tingkat nasional maupun internasional.

Di antaranya Juara 1 OSN Matematika antar SMA Inklusi Provinsi Jawa Timur 2015, Peringkat 6 besar Pelajar Pelopor Surabaya 2015. Tim Indonesia di Global IT Challenge For Youth Disabilities Asia-Pasifik. Juara 2 e-Design Group Global IT Challenge For Youth Disabilities Tingkat Nasional 2015.

Alfian memanfaatkan laptop pemberian mantan walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk media belajar. Sebab saat itu orangtuanya tidak mampu membeli buku braille. Jangankan belanja, untuk makan pun, keluarganya harus sangat berhemat.

| Baca Juga: Dokter Kerdil Setinggi 90 cm, Xiao Jiulin Dedikasikan Hidupnya untuk Desa

Walau hidupnya serba sulit, Alfian tidak pernah menyalahkan takdir. Dia sangat optimis bahwa pendidikan bisa mengubah nasibnya. Anak ke empat dari lima bersaudara itu bersikeras untuk kuliah di PTN.

Dia akhirnya bisa kuliah S1 Jurusan Antropologi UNAIR lewat jalur bidikmisi. Setelah lulus sarjana, wisudawan tunanetra itu sempat bekerja di United States Agency for International Development (USAID) Mitra Kunci, sebuah NGO International di Surabaya.

Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR. (Foto: Dok. Pri)

Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR. (Foto: Dok. Pri)

Baru beberapa bulan bekerja, pandemi melanda. Pemuda yang punya hobi bermain drum itu kehilangan pekerjaannya. Untuk mengisi masa kekosongan itu, tercetuslah keinginan untuk melanjutkan S2.

”Ya daripada nganggur di rumah enggak jelas. Saya cari-cari beasiswa. Kebetulan yang sesuai dengan saya itu beasiswa Asean University Network by Nippon Foundation. Itu sistem seleksinya lumayan ketat. Karena yang ikut semua negara dari Asia Tenggara. Sedangkan kuotanya hanya dua,” akunya.

Tags:

Leave a Reply