Irham pernah menjadi juara lomba Qiroati tingkat kabupaten Sidoarjo, dan digadang-gadang kembali menjadi santri teladan tahun ini.
Prestasi itu membuatnya sempat ditawari pengasuh pondok untuk melanjutkan pendidikan ke Kairo atau Mesir. Namun, Faisol menolak karena terlalu jauh.
“Katanya dia masih ada kesempatan jadi bintang pelajar lagi. Tahun kemarin kan dia yang dapat,” kenang Faisol.
Kata Faisol, anak pertamanya itu punya impian. Setelah lulus dari pondok pesantren, Irham ingin mendirikan madrasah dan pondok pesantren sendiri. Tak hanya itu, dia juga bercita-cita melanjutkan pendidikannya hingga jenjang S2, demi menguatkan ilmu dan keilmuannya.
| Baca Juga : Ambruknya Bangunan Ponpes Al Khoziny Diproses Hukum, Saksi Diperiksa
Dua jam sebelum bangunan musala runtuh, Faisol sempat menerima telepon dari Irham.
“Dia bilang uangnya sudah masuk. Karena saya habis transfer pada malam Senin. Lalu saya tanya kabarnya, dia bilang sehat. Dua jam setelah itu, musibah itu terjadi,” kenangnya.
Namun yang paling membekas di hati Faisol justru percakapan mereka beberapa hari sebelumnya. Pada Jumat (26/9), Irham sempat memintanya datang ke pondok.
Alasannya, celana abu-abu hilang. Tapi saat bertemu, topik pembicaraan terasa melampaui anak seusianya.
“Dia tanya soal kutipan story ustaz: Isy Kariman aw Mut Syahidan, ‘Hidup mulia atau mati syahid.’ Terus dia bahas tentang takdir, perwalian, bahkan apakah orang mati bisa jadi wali,” kata Faisol.
| Baca Juga : Delapan Hari di Bawah Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Penemuan Korban Jadi Booster Semangat
Faisol mengaku mengetahui peristiwa nahas itu bukan dari pihak pondok, melainkan dari orang tua teman Irham yang mengirimkan video ambruknya musala.
Tags:Al Khoziny Ponpes Sidoarjo