By: Naomi Nilawati
2 December 2019

Wanita dengan vaginismus terlihat lebih tertekan dan seringkali menghindar dari aktivitas seksual, dibandingkan dyspareunia (rasa sakit pada daerah kelamin yang terjadi secara terus-menerus atau berulang ketika akan, sedang, atau setelah berhubungan seksual), atau wanita normal yang tidak mengalami nyeri saat berhubungan.

“Kualitas pengalaman nyeri, seringkali sulit dibedakan antara dyspareunia and vaginismus. Nyeri yang diakibatkan rasa takut untuk melakukan penetrasi dan terjadinya spasme otot (kondisi dimana otot berkontraksi, menjadi kaku, atau berkedut tanpa sadar), dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui dan mengobati vaginismus.

Dua Jenis Vaginismus

Vaginismus terbagi menjadi dua jenis. Yaitu vaginisme primer, apabila seorang perempuan sama sekali tidak pernah bisa memiliki hubungan seksual akibat rasa sakit dan kesulitan penetrasi.

Dan vaginisme sekunder, apabila seorang perempuan sebelumnya pernah menikmati seks tanpa masalah, namun kemudian mengalami vaginismus akibat trauma atau masalah medis yang memengaruhi kondisi vagina.Klasifikasi ini memberi perbedaan kecil yang menentukan cara pengobatannya.

Penanganan Vaginismus

Sebelum memberikan diagnosis vaginismus pada pasien, biasanya dokter perlu mengetahui riwayat medis, psikososial, hubungan seksual yang mendetail, termasuk setiap episode pengalaman seksual yang traumatis.

Selain itu, dokter juga akan memberikan pertanyaan tentang pengetahuan seksual dan sikap keluarga terhadap perilaku seksual yang relevan dengan penilaian psikologis.

“Dan penting juga dilakukan pemeriksaan genital untuk mengetahui adanya kelainan organik. Beberapa konsultasi mungkin diperlukan, sebelum wanita siap untuk diperiksa. Pemeriksaan genital dapat menjelaskan berbagai tingkat kecemasan: bisa ditemukan derajat nyeri dari ekspresi verbal, ketidaknyamanan hingga penolakan, menarik diri, atau berteriak,” jelas Yeni.

| Baca Juga: Maharani Kahiyang, Minyak Sereh dengan Segudang Manfaat

Setelah pasien didiagnosa menderita vaginismus, maka dokter biasanya akan melakukan treatment yang terdiri dari pendidikan, konseling, dan latihan perilaku.

“Dibutuhkan kolaborasi antara psikiatri dan ginekolog untuk melakukan terapi yang terarah bagi para penderita vaginismus. Kombinasi terapi edukasi adalah terapi dengan dilator vagina dan pelvic physical therapy, untuk meningkatkan keberhasilan terapi,” imbuh Yeni.

Tags:

Leave a Reply