By: Padnya
4 December 2025

NYATA MEDIA — Pahitnya putus cinta membawa Anya Cahyara ke sebuah ‘pelarian’ yang tak terduga. Yakni jadi fotografer burung liar di belantara hutan.

Dari kegiatan yang ditekuni sejak Desember 2024 lalu itu, Anya telah memotret lebih 50 spesies burung. Dari yang umum hingga langka. Termasuk burung Elang Jawa yang menjadi lambang negara, Zebra Woodpecker (burung pelatuk zebra) di Lumajang, Javan Blue-banded (burung udang kalung biru), burung Tukik Tikus (burung pelatuk terkecil di dunia) di Yogyakarta, serta burung Pitta di Sulawesi Utara.

Hasil jepretan Anya biasa dibagikan di akun Instagram pribadinya. Dalam satu kali posting, unggahan itu selalu berhasil menarik perhatian warganet dengan lebih dari 10 juta penayangan. Popularitas itu membuatnya dikenal sebagai fotografer burung liar.

”Kalau misal orang lain jalan-jalan karena pengen dapat foto-foto outfit bagus, aku jalan-jalan karena pengen dapat foto burung bagus. Apalagi kalau sudah di hutan, internet nggak ada. Aku nggak perlu buka HP sampai ngecek notifikasi. Di hutan aku ngerasa lebih rileks, nggak ada beban pikiran sambil ngelihat ciptaan Tuhan,” kata Anya saat ditemui Nyata di kawasan HR. Muhammad Surabaya, beberapa waktu lalu.

| Baca Juga : Cerita Isvara, Siswi SDN Kaliasin 1 Surabaya Budidaya 1.900 Pacar Air Diolah jadi Minuman Herbal

Mulanya Anya belajar teknik fotografi secara otodidak dengan menonton tutorial di Youtube. Lambat laun, minat itu dia bawa ke jalur pendidikan yang relevan dengan memilih bersekolah di SMKN 1 Surabaya jurusan Broadcasting.

Di sana Anya belajar menjadi news anchor, MC, juga mendalami produksi film, fotografi, editing, hingga audio visual. Setelah lulus SMK, Anya semakin mahir ‘memegang’ kamera. Dia pun percaya diri ‘menjual’ keahliannya sebagai fotografer freelance. Memotret acara pernikahan, kelahiran, dokumentasi perusahaan, hingga personal profile.

Lulus dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya tahun 2023, Anya Cahyara menjadi content creator. Dia kerap membagikan konten terkait tips fotografi hingga wisata alam dengan 390 ribu pengikut.

Namun, di penghujung tahun 2024, tepatnya bulan Desember, Anya berada di titik jenuh. ”Kebetulan di masa-masa itu aku juga baru mengalami patah hati. Terus aku ingat kalimat ‘alam akan menyembuhkan’,” tutur Anya.

Anya (kiri) bersama geng fotografi burung. Foto: Dok. Pri

Anya (kiri) bersama geng fotografi burung. Foto: Dok. Pri

| Baca Juga : Kisah Reno, Anjing K9 Gugur saat Mencari Korban Longsor di Sumatera

Titik jenuh inilah yang mendorong wanita berusia 25 tahun itu terjun ke dunia wildlife photography (fotografi alam liar). Meskipun dia bisa saja mengabadikan berbagai jenis hewan, Anya justru merasa lebih tertantang untuk fokus memotret burung.

Anya kemudian terhubung dengan beberapa orang pecinta fotografi burung dari Surabaya. Yakni Ani Lestari, Hadnys Setyo Ari dan Priyo. Dari mereka, Anya kali pertama diajak memotret burung Blue-eared Kingfisher di Hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Lumajang.

Demi memotret burung yang biasa disebut burung Raja Udang Meninting itu, Anya Cahyara harus menunggu hingga empat jam di hutan yang sepi, tanpa sinyal. Hanya untuk mendapatkan momen bidikan selama dua menit.

“Sangat melatih kesabaranku yang setipis tisu.Kayak ngapain nunggu tiga sampai empat jam buat satu burung aja. Aku dulu mikir gitu. Ini ngapain sih nunggu burung? Tapi ketika burung itu datang, aku sadar, oh, ini yang bikin seru. Ciptaan Tuhan itu indah banget,” ungkap Anya.

Potret burung zebra woodpacker yang dijepret Anya. Foto: Dok. Pri

Potret burung zebra woodpacker yang dijepret Anya. Foto: Dok. Pri

Meski singkat namun Anya berhasil memotret sekitar 50 jepretan dalam mode burst (bidikan beruntun). Mulai dari potret burung saat makan, mengepakkan sayap hingga bertengger di dahan pohon.

| Baca Juga : Bayi Hewan Misterius Bikin Ulah di Film Live Action ‘Marsupilami’

Momen itu ternyata membuatnya semakin ketagihan. Pada bulan Februari, dia bersama teman-temannya kembali ke TNBTS Lamongan. Dengan bermodalkan kamera pinjaman, Anya berburu foto burung Elang Jawa hingga yang paling langka Zebra Woodpecker.

Untungnya, kegiatan itu juga didukung sebuah perusahaan kamera ternama yang memberikan dukungan penuh berupa gear fotografi senilai puluhan juga. Mencakup tripod Baker TXC, kamera Canon R8, dan lensa Canon RF 200-800mm.

Dengan peralatan canggih itu, ekspedisi Anya pun semakin meluas. Dia menjelajahi hutan di Kulon Progo untuk mengabadikan Tukik Tikus, burung pelatuk terkecil di dunia. Perjalanannya berlanjut hingga ke Sulawesi, di mana ia berhasil memotret burung kacamata yang unik dan hanya ditemukan di pulau tersebut.

Di antara semua bidikannya, Anya mengaku paling sulit memotret Burung Kacamata Sulawesi. Burung seukuran jempol tangan itu dipotret Anya dari jarak 15 meter menggunakan lensa telezoom 800mm.

”Burungnya kecil, jaraknya jauh, dan sangat lincah. Jadi, semakin lincah burungnya, semakin susah difoto. Itu burung tersusah yang pernah aku foto,” ucap Anya menggambarkan kesusahan yang ia alami saat membidik spesies tersebut.

| Baca Juga : Rumah Mirip Shelter, Shahnaz Haque Cerita Perjuangan Anak Jadi Dokter Hewan

Bagi Anya, memotret satwa liar menawarkan tantangan yang cukup berbeda. Sebab hewan tidak bisa diarahkan seperti manusia. Hal ini menuntutnya untuk mempelajari karakteristik burung sekaligus melatih kesabaran. Oleh karenanya, persiapan birding sangat kompleks.

Sebelum berangkat, dia biasanya melakukan riset terlebih dahulu untuk menentukan lokasi, mempelajari jenis burung yang hidup di area lokasi itu, serta memahami perilaku dan kebiasaan burung, termasuk habitat, kebiasaan makan, dan waktu aktifnya.

Peralatan juga harus disiapkan, mulai dari lensa tele yang mumpuni, tripod kokoh, hingga pakaian kamuflase yang mendukung penyamaran di alam liar.

”Baju yang coraknya kayak daun-daun biar nggak ketahuan sama burungnya. Kadang kalau misal burungnya terlalu sensitif, kayak pas aku ngefoto burung zebra woodpecker itu dia lumayan sensitif sama manusia. Apalagi kalau disekitar spot sarangnya nggak ada rumput atau daun-daun yang menutupi kita,” sambungnya.

Soal lensa, Anya merekomendasikan lensa telefoto minimal 300mm, yang berguna untuk mengambil gambar dari jarak jauh tanpa mengganggu burung, mengingat burung cenderung sensitif terhadap kehadiran manusia.

| Baca Juga : 7 Hewan Terkaya di Dunia, Ada Kucing Taylor Swift

Menurutnya, semakin panjang fokal lensa, semakin besar peluang mendapatkan detail yang tajam dari burung yang kecil dan jauh. Selain itu, fisik yang prima juga menjadi keharusan, terutama bagi wanita. Sebab medan untuk menjelajahi hutan belantara tidaklah mudah.

Anya Cahyara sudah merasakan sendiri berbagai tantangan ekstrem, seperti memanjat rumah pohon setinggi 19 meter demi mendapatkan angle terbaik Elang Jawa yang bersarang di ketinggian. Bahkan sempat digigit lintah hingga meninggalkan banyak bekas luka di kakinya.

”Untuk fotografer wildlife pemula, saran aku harus berani ketemu apapun, siapapun. Jangan takut ular atau gigitan pacet (Lintah, red). Selain itu juga harus riset mendalam tentang satwa yang akan di potret. Perlengkapan pribadi, sangat penting. Kalau aku wajib bawa lotion anti nyamuk dan pakaian panjang biar nggak digigit lintah,” tutupnya. (*)

Tags:

Leave a Reply