By: Padnya
4 September 2024

Penampilan PCU Choir di ajang 8th Singapore International Choral Festival 2024. (Foto: Dok. Pri)

Penampilan PCU Choir di ajang 8th Singapore International Choral Festival 2024. (Foto: Dok. Pri)

 Onny kemudian menyiapkan berbagai persiapan sebelum berkompetisi pada 29 Juli-31 Juli 2024. Seperti latihan intensif selama enam bulan, kostum hingga lagu. ”Saya punya strategi dengan menyusun jadwal latihan sampai hari-H. Di awal-awal mungkin 3 kali seminggu selanjutnya bisa setiap hari latihan tujuh sampai delapan jam,” ucapnya.

”Kami nggak hanya menghafalkan lagu, tapi juga ekspresi, dinamikanya, koreografinya, banyak hal yang dihafalkan. Cara pengucapannya juga harus dihafalkan, bagaimana menceritakan setiap kata, setiap frase. Kebetulan lagunya juga beberapa bahasa, Ada Indonesia, Jerman, Spanyol dan bahasa daerah,” imbuhnya.

| Baca Juga: Jamie Lee Curtis Raih Doktor Kehormatan dari American Film Institute

Selain itu demi menjaga performa suara setiap personil, Onny juga menerapkan pola hidup sehat. Yakni melarang konsumsi minuman dingin dan pedas, serta gorengan. Setelah berbagai persiapan dan latihan yang cukup ketat. Paduan suara yang beranggotakan 40 personil itu terbang ke Singapura.

Pada 29 Juli, PCU Choir mulai berkompetisi di kategori Folklore. Sambil mengenakan busana tradisional Aceh mereka menyanyikan tiga lagu daerah. Yakni Bungong Jeumpa, Soleram, dan Hela Rotane. Lagu tersebut dilantunkan dengan suara yang sangat merdu dibarengi koreografi yang memukau.

 ”Waktu kami menyanyikan lagu Bungong Jeumpa itu sambil tari saman. Jadi sambil berjongkok dan menyanyi itu tidak mudah untuk membuat suara tetap stabil. Pas lagu Soleram itu kami membawa alat musik unik. Kami pakai gelas anggur dibunyikan dengan jari. Jadi seperti ada suara dentuman. Sementara di lagu Hela Rotane sebenarnya ceritanya tentang tarik tambang Tapi kami pakai rotan bukan tambang,” tuturnya sambil tertawa.

| Baca Juga: Raih Dua Medali Emas, Peringkat Indonesia Melesat di Olimpiade

Di hari berikutnya, mereka berkompetisi kembali di kategori Equal Voice dan Mixed Choir. Lagu yang dinyanyikan antara lain Der Wassermann, Lux Aeterna, Las Amarillas, Deliver Me O Lord, Fair Phylis I Saw, Sahut Namaku.

”Dalam menentukan lagu itu juga ada strateginya. Karena kalau misal dalam satu kategori itu ada beberapa lagu, itu kita memilih lagu yang kurang lebih coraknya sama, itu tidak akan bernilai tinggi. Harus coraknya berbeda. Sehingga penonton atau juri menyaksikan kita seperti menyantap sebuah makanan. Jadi ada appetizer, main course dan dessertnya,” ucap alumnus Universitas Kristen Petra Jurusan Desain Komunikasi Visual itu.

Deliver Me O Lord, Itu adalah lagu yang susah dibawakan. Karena ada beberapa makna dalam satu lagu. Kami harus bisa menunjukkan ekspresi rasa penyesalan. Terus di tengah lagu mulai ada kemurkaan, ada kemarahan dari kemurkaan, lalu di akhir kita merasakan kedamaian. Jadi memang bernyanyi dan berekspresi sesuai dengan suasana lagunya,” timpal salah seorang anggota PCU Choir, Ruben Kresna Nugraha.

Penampilan tersebut rupanya sukses menghipnotis 11 dewan juri, termasuk Elisenda Carrasco i Ribot konduktor ternama asal Spanyol. ”Mereka memuji paduan suara UK Petra meskipun bukan dari jurusan musik namun kami sanggup menyatukannya dalam sebuah paduan suara,” terang Onny.

Tags:

Leave a Reply