Menyambut Hari Lahir Pancasila, komunitas Feminis Themis meluncurkan program edukasi kekerasan seksual dan kesetaraan gender khususnya pada perempuan tuli. Program ini didukung penuh oleh Komisi Nasional Disabilitas RI dan Unilever Indonesia.
Kristy Nelwan, Head of Communication sekaligus Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia menerangkan kolaborasi Unilever Indonesia dengan FeminisThemis berlandaskan pada misi bersama untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, beragam, dan inklusif.
“Terlebih lagi, tujuan dari penyelenggaraan program ‘FeminisThemis Academy’ ini sejalan dengan tiga fokus Equity, Diversity dan Inclusion yang kami jalankan, yaitu: keadilan gender, keadilan untuk penyandang Disabilitas dan penghapusan diskriminasi dan stigma,” kata Kristy Nelwan di kawasan Jakarta Selatan pekan lalu.
Feminis Themis Academy 2024 akan berlangsung selama Juni – September 2024 secara hybrid, ditutup pada Hari Bahasa Isyarat Internasional yang diperingati setiap 23 September.
| Baca Juga: Disabilitas Berkarya Ajak Teman Tuli Belajar Fotografi Bareng Ahlinya
Program ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, yakni Training of Trainers untuk fasilitator Tuli, workshop offline di tiga kota (Bandung, Malang, dan Yogyakarta), serta rangkaian webinar.
Menandai peluncuran progam tersebut, digelar diskusi bertema “Pancasila dan Keadilan Sosial Bagi Perempuan Tuli”. Tujuannya untuk mendorong kolaborasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu keadilan sosial bagi perempuan tuli sekaligus mendukung hak mereka mendapatkan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi.
Terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas, Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute yang hadir dalam diskusi menyampaikan sebuah fakta.
Laporan Indeks Hak Asasi Manusia 2023 menunjukkan bahwa sejumlah variabel seperti hak sipil termasuk hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, dan kebebasan berekspresi ataupun berpendapat serta hak sosial antara lain hak atas kesehatan dan pendidikan mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
| Baca Juga: Momen Manis Ratu Camilla Ajak Gadis Disabilitas Minum Teh di Istana
“Tantangan ini secara nyata dirasakan teman-teman penyandang disabilitas, mereka kerap mengalami diskriminasi, ketidakadilan, hingga keterbatasan dalam berekspresi, mendapatkan akses informasi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya,” jelas Halili Hasan pada kesempatan yang sama.
Menurut data Komnas Perempuan di 2023 terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas. Sekitar 33 di antaranya dialami penyandang disabilitas sensorik termasuk perempuan Tuli.
Selain itu, Yayasan SAPDA melalui CATAHU Kekerasan Berbasis Gender dan Disabilitas (KBGD) 2022 melaporkan 81 KBGD sepanjang tahun, di mana perempuan tuli adalah penyintas terbanyak, yaitu 31 kasus, disusul penyandang disabilitas mental sebanyak 22 kasus.
Kondisi ini mendorong Nissi Taruli Felicia dan teman-temannya untuk mendirikan komunitas FeminisThemis sejak 2021.
Sebagai perempuan tuli yang aktif memberikan advokasi dan edukasi mengenai isu-isu gender, Nissi selaku Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis mengungkapkan beberapa tantangan yang masih dihadapi teman-teman perempuan tuli.
| Baca Juga: Drama Musikal Kasih Menembus Batas Sukses Rangkul Anak Disabilitas
“Misalnya tidak terpenuhinya hak bahasa isyarat sehingga mereka jadi terbatas untuk berkomunikasi atau berekspresi, mengakses informasi, layanan, hingga keadilan,” ujarnya.
Selain itu, mereka juga memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi, terutama yang bersifat pribadi seperti mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi.
“Yang tak kalah menantang, ada pula kecenderungan victim blaming dimana banyak masyarakat masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual sehingga membuat penyintas lainnya memilih untuk diam,” jelas Nissi lagi. (*)