By: Radix WP
28 July 2017

Nolan juga sengaja membuat Dunkirk tidak punya bintang yang mencolok. Sebagian besar peran penting dipegang oleh aktor yang kurang dikenal di Hollywood. Ada juga Cillian Murphy dan Tom Hardy, veteran dari film Nolan terdahulu. Tapi, akting mereka yang apik bersifat menguatkan penceritaan, bukan membuat mereka jadi pusat perhatian. Bahkan, penonton takkan terlalu mudah menemukan penyanyi muda populer Harry Styles, yang berperan cukup signifikan dalam film ini.

Yang saya paling suka, Nolan sukses menghindarkan Dunkirk dari adegan klise ala Hollywood—dalam hal drama dan aksi klimaks—yang dulu mengurangi kualitas Saving Private Ryan. Tentu ada momen egoisme manusia, serta tentu saja momen heroisme. Tapi, penyampaiannya tidak berlebihan. Selebihnya, ini kisah tentang penyelamatan dan bertahan hidup.

Untuk ukuran Nolan, film ini tergolong sangat pendek. Cuma seratus menit, lalu Dunkirk pun berakhir. Bandingkan dengan film-film populer Nolan lainnya, yang panjangnya dua setengah jam hingga lebih dari tiga jam. Tapi, dalam durasi singkat tersebut, Dunkirk tuntas mengajak penonton menyimak kisah dari tiga matra berbeda—darat, laut, dan udara. Dari lingkungan militer dan sipil. Serta dari perspektif prajurit rendahan hingga perwira yang harus berpikir jangka panjang.

Dalam sejarah, tiga ratus ribuan prajurit berhasil diboyong ke daratan Inggris. Belasan kali lipat daripada yang diharapkan oleh Churchill. Dan nantinya, sebagian besar dari mereka akan dikerahkan kembali dalam peperangan melawan Jerman, termasuk pendaratan Normandia yang termasyhur itu—kisah film Saving Private Ryan.

Mungkin ada yang memperhatikan, dengan begitu banyaknya pasukan yang frustrasi di pantai Dunkirk, kenapa serangan pihak Jerman tak sehebat dalam film Saving Private Ryan? Kenapa Hitler tidak mengerahkan pasukan yang jauh lebih masif untuk menghabisi mereka? Jika ada pertanyaan seperti itu, maka anda pengamat yang jeli. Para ahli militer pun masih memperdebatkannya hingga sekarang. (*)

Tags:

Leave a Reply