By: endra
13 August 2024

 

Heri Dono, seniman instalasi Indonesia yang terkenal di kancah seni dunia, rupanya tak hanya piawai melukis di atas kanvas, tapi juga mampu melakoni performance art.

Seniman yang dikenal inovatif dan kreatif itu menjadikan tubuhnya sebagai kanvas. Ia menerjemahkan karya seninya yang berjudul The Journey of Dinosaurs to Superheroes tak hanya lewat media lukis, melainkan juga melalui karya seni instalasi.

“Dalam karya ini secara istimewa saya menjadikan tubuh saya sebagai karya seni instalasi,” ujar Heri saat ditemui di pameran seni ArtMoments 2024, di Sheraton Grand Jakarta, Gandaria City, Jakarta beberapa waktu lalu.

Seniman yang tahun ini berkolaborasi dengan galeri seni G3N Project itu, memasangi tubuhnya dengan perangkat elektronik dan mekanik yang bergerak serta diiringi dengan elemen-elemen lain yang bisa mengeksplorasi suara.

Heri menuturkan bahwa karya performance art tersebut merupakan respons terhadap evolusi DNA manusia seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses perubahan tersebut menurutnya juga memiliki benang merah yang kuat antara keterhubungan ‘memori purba’ dengan ‘alam semesta’.

“Dalam pertunjukan ini, saya menampilkan video instalasi berupa gambar-gambar suasana purba, seperti dinosaurus dan superhero. Bagi saya, keduanya memiliki benang merah DNA yang sama,” jelas Pria kelahiran Jakarta, 12 Juni 1960 itu.

Heri mengatakan bahwa kemajuan teknologi saat ini telah memengaruhi seluruh lini kehidupan, termasuk juga seni.

Ia menjelaskan, seiring dengan perubahan tersebut, manusia juga dihadapkan pada kenyataan alam yang terus berubah.

Sebagian besar menganggap bahwa perubahan tersebut karena faktor cuaca dan iklim. Tapi sebagian yang lain percaya, bahwa evolusi tersebut terjadi secara sistematik.

“Seringkali event kebudayaan itu kan sifatnya entertain. Kali ini saya ingin membawakan pesan kemanusian secara lebih esensial,” kata seniman yang sangat terinspirasi oleh figur- figur yang dikisahkan dalam cerita wayang kulit itu.

Misalnya, lanjut dia, dinosaurus yang selalu dianggap ikon purba, atau seni tradisi yang tidak lebih mulia dari seni rupa modern atau kontemporer.

“Saya pikir ini perlu ditelaah kembali.Juga termasuk superhero yang kerap membunuh musuhnya dengan kejam, itu kan sama saja seperti penjahat,” katanya.

Dari sudut pandang seni rupa, pola pencampuran yang tradisi dengan yang modern dalam pertunjukan ini, juga ingin menelaah kembali tingginya sebuah peradaban bukan dari kacamata Barat.

Sebab, aufklarung atau abad pencerahan di Eropa menurutnya juga hasil akumulasi peradaban dari Timur, seperti Persia, India, Mesir, dan mungkin juga Asia Tenggara.

Berdasarkan premis-premisnya itulah Heri Dono berpendapat bahwa negara-negara bekas kolonialisme perlu untuk kembali tegak berdiri.

Karena mereka juga memiliki kebudayaan tinggi yang tidak kalah dengan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu, sehingga mengakibatkan mereka rendah diri dan terus minder.

“Kalau kita mempelajari seni modern, saya pikir tidak harus dari renaisans barat, tapi juga bisa dari munculnya Ukiyo-e atau teknik cukil Jepang yang mempengaruhi Vincent van Gogh. Atau karya-karya kubisme Picasso yang dipengaruhi oleh topeng-topeng Afrika,” tandasnya. (naomi)

 

Tags:

Leave a Reply