By: Azharul Hakim
24 October 2024

Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex pailit, pada Senin, 21 Oktober 2024. Hal itu tercantum dalam putusan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Disebutkan, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.

Nasib sekitar 20.000 pekerja di pabrik-pabrik grup Sritex pun kini tengah di ujung tanduk. Mereka terancam dirumahkan.

Sebelum dinyatakan pailit, Sritex merupakan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Di balik eksistensi perusahaan itu, terdapat sosok pengusaha hebat H.M. Lukminto sebagai pendirinya.

| Baca Juga : Perjuangan Tammy Slaton Turunkan Berat Badan 328 Kg

Mengutip buku ‘Bakti untuk Indonesia : HM Lukminto, Pendiri Sritex’, pemilik nama asli Le Djie Shin itu merupakan peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946.

Lukminto tumbuh di keluarga pedagang. Selain sekolah, masa remajanya disibukkan berdagang di Pasar Klewer, Solo Jawa Tengah.

Namun, di tahun 1966, usai Gerakan 30 September, saat zaman orde baru melarang segala apa pun yang beratribusi China, Lukminto terpaksa berhenti dari SMA Chong Hua Chong Hui.

Putus sekolah, Lukminto pun mengikuti jejak sang kakak Ie Ay Djing berdagang di Pasar Klewer. Orang tua Lukminto saat itu memberikan modal sebesar Rp100.000. Nilai yang sangat besar pada zamannya.

| Baca Juga : Sony Wicaksana, Ilustrator Indonesia Untuk Film ‘Venom: The Last Dance’

Dari modal itu, dia membeli kain belaco di Semarang dan Bandung. Kemudian menjualnya di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, dan sejumlah pabrik batik rumahan dengan berkeliling sejak pagi hingga petang.

Setahun berselang, dia mengajak sang kakak untuk serius menekuni bisnis tekstil. Dari hasil berjualan keliling, Lukminto kemudian membeli dua unit kios di Pasar Klewer pada 1967.

Tags:

Leave a Reply