By: Kontributor
31 October 2022

Baru-baru ini dunia kesehatan Indonesia tengah digemparkan dengan adanya kasus Atypical Progressive Acute Kidney Injury atau biasa disebut Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Penyakit ini masih terbilang “misterius” karena belum diketahui penyebabnya. Di Indonesia, Gangguan Ginjal Akut Progresif ini memiliki fatality rate yang cukup tinggi yakni sebesar 57,6 persen.

Berdasarkan rilis resmi dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang diterima Nyata pada Senin (24/10) menunjukkan bahwa kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Jawa Timur mengalami kenaikan yang signifikan, mulanya sejumlah 23 kasus menjadi 30 kasus. Dari 30 kasus tersebut, pasien meninggal sejumlah 16 orang, pasien sembuh sejumlah delapan orang, pasien yang sedang dirawat sejumlah lima orang dan dinyatakan exclude sejumlah satu orang.

Sedangkan dari 16 kasus meninggal dunia, terdapat empat pasien yang berdomisili di luar Jawa Timur. Sementara itu, pasien yang masih dalam perawatan tersebar di beberapa RS, antara lain satu orang di RSUD Soetomo Surabaya, satu orang di RSUD Saiful Anwar Malang, satu orang di RS Premier Surabaya (rawat jalan), satu orang di RS Universitas Muhammadiyah Malang dan satu orang domisili Jawa Timur yang dirawat di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta.

Khusus di Jawa Timur, kasus Atypical Progressive Acute Kidney Injury atau Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) terjadi pada anak usia 0 hingga 18 tahun dimana mayoritas terjadi pada anak balita rentang satu hingga lima tahun.

|Baca Juga: Acara TikTok For You Stage Ditutup Meriah dengan Penampilan Heboh PSY

Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Indonesia terjadi sejak Januari 2022. Saat itu pasien pertama terdeteksi dari wilayah DKI Jakarta.

“Muncul pertama di RSCM (Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, Red) lama-lama bulan Juni-Juli meningkat, puncaknya bulan September,” kata Dr. Sjamsul Arief, MARS., SpA(K) selaku ketua IDAI cabang Jawa Timur saat ditemui Nyata pada Selasa (25/10) lalu.

Hingga saat ini, di Indonesia belum memproduksi obat untuk penyakit Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal. Namun pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mendapat bantuan antidot (penawar racun, Red) untuk keracunan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG)

Femopizole itu jumlahnya sedikit karena bentuk donasi dari Menkes (Menteri Kesehatan, Red) Singapura dan Australia, itupun masih di RSCM belum ada di Surabaya, tapi ada rencana mau impor,” tambahnya.

Dr. Sjamsul Arief, MARS., SpA(K) ketua IDAI cabang Jawa Timur. Foto: Dok. Silvia Andaresta/Nyata

Etilen Glikol dan Dietilen Glikol tidak boleh dijadikan bahan baku obat. Tetapi dua zat tersebut timbul sebagai zat cemaran atau kontaminan dari penggunaan pelarut gliserol, sorbitol maupun propiletilen glikol pada beberapa produk parasetamol sirup.

“Dari tiga zat pelarut itu mungkin saja ada kontaminasi atau pencemaran dengan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol yang melebihi ambang batas normal 0,1 mg/dL,” ujar alumnus fakultas ilmu kedokteran Universitas Airlangga itu.

Tags:

Leave a Reply