By: Naomi Nilawati
30 July 2024

Kebaya merupakan kekayaan budaya Indonesia yang memiliki ciri khas, motif, bahan, hingga potongan berbeda dari berbagai daerah. Bukan hanya pakaian, kebaya juga menjadi identitas, warisan budaya, serta simbol pemberdayaan perempuan.

Keindahan tradisi telah menyentuh hidup Didiet Maulana sejak kanak-kanak dan kebaya memiliki makna sentimental baginya. Sejak kecil ia melihat Eyang Uti (nenek) nya selalu berkebaya ke mana saja.

“Kebaya itu adalah busana yang memiliki bukaan depan. Kalau memiliki bukaan di bagian belakang, itu baju kurung,” kata Didiet pada gelaran Kebaya Fest di Pos Bloc, Pasar Baru, Jakarta, Minggu (28/7).

Ia juga mengajarkan cara mengenakan kebaya yang benar dan memadupadankannya dengan kain dan aksesoris agar serasi. Kecintaan Didiet Maulana pada kebaya juga mendorongnya berkeliling Nusantara dan melakukan 6 tahun riset mendalam serta tambahan 1,5 tahun untuk penulisan.

| Baca Juga: 7 Potret Dian Sastrowardoyo Pakai Kebaya di Serial Gadis Kretek

Hasil perjalanan panjang dan berharga dalam memahami dan mengapresiasi kebaya sebagai warisan budaya Indonesia dituangkannya dalam buku Kisah Kebaya yang diluncurkan pada tahun 2021.

Didiet memaparkan, serupa dengan busana-busana daerah yang lain, kebaya memiliki pakem yang hadir sejak awal lahirnya. Kebaya yang masih mengindahkan pakem-pakem disebut kebaya klasik.

Ada beberapa hal yang menjadi pakem sebuah kebaya klasik, antara lain memiliki bukaan di bagian depan, menggunakan kancing atau peniti/bros yang sekaligus berfungsi sebagai aksesori, memiliki variasi panjang, mulai dari sejajar dengan panjang lengan, hingga ke lutut.

Selain itu, kebaya sesuai pakem juga memiliki variasi di bagian bawah, yaitu potongan lurus atau lancip. Secara keseluruhan, tampilan kebaya juga memiliki pakem, seperti bawahan kebaya pakem adalah batik yang panjangnya tidak lebih dari mata kaki.

| Baca Juga: Inspirasi Kebaya dari Bridesmaid Pernikahan Pratama Arhan dan Azizah Salsha

“Selain kebaya klasik, ada juga istilah kebaya modifikasi yang mengikuti tren dan bergaya muda. Kebaya yang telah melalui proses evolusi ini cenderung lebih variatif, bebas, dan santai. Melalui kebaya modifikasi, pengguna kebaya memiliki ruang untuk mengekspresikan diri lebih luas lagi,” jelas laki-laki kelahiran Jakarta, 18 Januari 1981 itu.

“Namun, kita perlu memahami akar sejarah dan budaya kebaya agar dapat mengapresiasi nilai-nilai tradisional yang terkandung di dalamnya dan memastikan bahwa setiap inovasi dan perubahan tidak menghilangkan esensi kebaya. Saya berharap momen menjadi awal yang tepat untuk mengangkat kebaya ke panggung dunia, serta memberikan manfaat nyata bagi komunitas perajin di Indonesia,” ujar alumnus jurusan Arsitektur Univerzitas Parahyangan itu.

Banyak orang senang mengenakan kebaya karena keanggunannya dan identitas budaya yang kuat. Didiet mengungkap, banyak anak muda saat ini yang mengekspresikan kebanggaan akan kebaya dengan cara dan seleranya sendiri, meski tak selalu mengikuti pakem kebaya klasik.

| Baca Juga: Berdayakan Perempuan, Komunitas Kain dan Kebaya Indonesia (KKI) Siap Sasar Generasi Milenial

Hal itu justru, menurut dia, pertanda baik, bahwa anak muda, utamanya generasi Z (Gen Z), tidak malu untuk mengenakan dan memperkenalkan budaya tanah asalnya, dalam hal ini adalah kebaya.

“Ketika kita ingin membawa kebaya bisa masuk di generasi muda, ketika kita ingin berbicara dengan suatu generasi, kita harus berbicara dengan bahasa mereka. Jadi tidak masalah mereka bebas mengekspresikan diri dengan kebayanya,” kata Didiet.

Didiet menegaskan, “menurutku, biarkan kebaya hidup dengan tren fesyen yang ada. Karena budaya itu harus masuk dengan halus, masuk dengan damai, tetapi, pada saat yang sama kita juga bisa memperkenalkan pakem-pakem kebaya.” (*)

Tags:

Leave a Reply