By: Padnya
24 February 2025

Petualangan ke Antartika dimulai pada 28 Februari 2024. Mereka berangkat menaiki Kapal riset akademik Tyroshnikov. Awalnya kapal ice breaker itu berlayar dari kota Saint Petersburg Rusia menuju ke Cape Town, Ibukota Afrika Selatan untuk pengisian logistik dan keperluan lainnya.

Perjalanan mereka kemudian berlanjut dengan mengunjungi beberapa stasiun riset milik pemerintah Rusia. Yakni Stasiun Mirny, Stasiun Progress, Stasiun Molodezhnaya, Stasiun Novolazarevskaya, dan Stasiun Bellingshausen. Perjalanan itu ditempuh selama berminggu-minggu.

| Baca Juga: Memulai Latihan di Mall, Kelly Supangat Raih Mimpi di AWG 2025

”Di Antartika itu suasananya sepi, hampa. Cuma ada suara angin aja yang berdesir-desir. Dimana-mana putih kadang ada batu tapi jarang. Waktu itu cuacanya bervariasi karena pindah-pindah. Kadang angin gelap, terus kadang cerah, beberapa jam jadi malam,” cerita Gerry yang pernah melakukan pemetaan tanah permafrost di Kutub Utara itu.

Barulah di stasiun Bellingshausen, putra sulung dari tiga bersaudara itu memulai proyek utamanya. Dia melakukan penyusunan pemetaan geomorfologi di Pulau King George, sebuah pulau terbesar yang berada di Kepulauan Shetland Selatan, Antartika.

”Di Pulau King George Ini menarik sekali, ada kontrol geologi, jadi berupa patahan. Berupa patahan, ada dua vault, collins, vault collins, sama escura. Sehingga ini membentuk semacam posisi horst, graben dan horst. Itu kayak di Bantul Yogyakarta, mirip akibat hasil dari patahan,” paparnya.

Di tengah penelitian itu, Dia juga menemukan fosil kayu berusia 130 juta tahun yang berukuran 30×30 sentimeter.

| Baca Juga: Detik-detik Menegangkan Adrian Simancas Selamat Setelah Dicaplok Paus

”Awalnya saya rekonstruksi dulu. Dengan melihat sejarah geologi Pulau King George itu pada fasenya dulu dia berada di daerah subtropis. Kemudian bergeser akibat proses tektonisme (gempa bumi, red) dia bergeser ke arah kutub. Sehingga dulunya hijau, tapi ketika bergeser ke area kutub, vegetasi-vegetasi itu tidak berkembang karena sudah dilapisi salju. Ukurannya besar karena dia berkambium. Berat banget kita bawanya karena masih tertutup salju jadi masih keras. Angkutnya pakai alat terus kita jalan kaki,” lanjut Gerry lagi.

Penemuan-penemuan itu lantas melalui proses lanjutan yang cukup panjang. ”Kalau pemetaan itu kurang lebih tiga bulan. Setelah misi selesai, kita masih terus konsultasi. Hasilnya harus divalidasi, dimodelkan, lalu disampaikan ke pimpinan dan AARI. Kita diskusi sama kampus juga bagaimana hasilnya,” terangnya.

Bagi Gerry, penelitian kali ini menjadi petualangan yang tak terlupakan dalam hidupnya. ”Melihat aurora australis yang berkelas dan mahal sekali. Karena biasanya dibuat wisata jadi bayarnya mahal. Bayangin aja tiap ambil sampel harus naik helikopter dulu. Saya rasa ini benar-benar kaya film James Bond,” candanya.

”Kalau kita punya mimpi maka bangunlah lebih awal. Jadi kita punya banyak waktu untuk mewujudkan mimpi itu. Gunakan ilmu pengetahuan kita untuk nusa bangsa dan negara bahkan untuk komunitas global,” pesan Gerry yang siap melanjutkan studi S3 Jurusan Paleogeografi di Saint Petersburg State University, Maret ini. (*)

Tags:

Leave a Reply