By: Farah Yumna
23 October 2025

Ilmu itu ia pelajari dari ayahnya, Ki Sadiyun Harjadarsana, yang juga merupakan seorang dalang. Ia juga banyak belajar dari dalang senior lain, termasuk Ki Nartosabdo (1925-1985).

Ki Anom pernah mengikuti kursus dalang di beberapa lembaga, seperti Himpunan Budaya Surakarta (HBS), Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, dan Habiranda Yogyakarta.

Bakatnya semakin terasah. Namanya mulai dikenal luas pada 1970-an. Salah satu penampilan yang membesarkan namanya adalah penampilan di RRI (Radio Republik Indonesia) pada 1968.

| Baca Juga : Film ‘Made in Bali’, Kisah Percintaan Remaja Berlatar Budaya Wayang

Sepanjang karirnya, Ki Anom telah melanglang buana ke lima benua. Memperkenalkan dunia dalang dan wayang ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Spanyol, Jerman, Australia, Rusia, India, Nepal. Thailand, Mesir, dan Yunani.

Jatmiko menuturkan bahwa lakon favorit dan paling sering dimainkan oleh almarhum ayahnya itu adalah Wahyu Katentreman dan Semar Bangun Kahyangan.

Menurunkan Warisan Budaya

Ki Anom Suroto mendirikan Forum Rebo Legen pada 1979. Sebuah wadah bagi para dalang muda untuk berlatih dan saling berbagi pengalaman. Forum seni itu digelar setiap setiap Rabu Legi, sesuai weton sang dalang.

Dalam forum itu, para dalang muda diajarkan berbagai hal tentang dunia perdalangan, termasuk etika, cara menggerakkan wayang, narasi yang diucapkan, instrumen yang dimainkan.

| Baca Juga : Korban Tabrak Lari, Aktris Jepang Takahashi Tomoko Meninggal

Beragam Penghargaan

Atas kontribusinya yang luar biasa di dunia seni, ayah delapan anak itu dianugerahi Satya Lencana Kebudayaan RI dari Presiden Suharto pada 1995. Dalang Kesayangan dalam Pekan Wayang Indonesia VI pada 1993.

Tags:

Leave a Reply