By: Naomi Nilawati
20 July 2025

Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) kembali digelar tahun ini dengan jangkauan yang makin luas. Menginjak tahun ke-21, festival mode tahunan ini tidak hanya menyoroti karya para desainer lokal, tapi juga membuka ruang kolaborasi kreatif dengan pelaku fashion dari berbagai negara, termasuk Prancis, Korea Selatan, dan kawasan ASEAN.

JF3 2025 menghadirkan tak kurang dari 45 desainer dan jenama, menampilkan koleksi dengan pendekatan yang menggabungkan keterampilan teknis, narasi budaya, hingga eksplorasi bentuk dan material.

Dalam pernyataannya, Soegianto Nagaria, Chairman JF3, menyebut kekuatan JF3 terletak pada konsistensinya sebagai ekosistem yang menghubungkan pelaku industri kreatif dengan pasar yang lebih luas.

“Dengan dukungan fasilitas dan konektivitas dengan dunia ritel dari Summarecon Malls, JF3 membuka berbagai peluang bagi pelaku industri yang siap memenuhi standar,” ujar Soegianto di Gafoy, Sumarecon Mall Kelapa Gading, Jakarta, baru-baru ini.

| Baca Juga : Ketahuan Selingkuh, CEO Andy Byron Ternyata Bos Toxic

Diplomasi Mode dan Kerja Sama Lintas Negara

Salah satu sorotan JF3 tahun ini adalah kolaborasi internasional yang semakin terstruktur. Menurut Thresia Mareta, penasihat JF3 sekaligus pendiri Lakon Indonesia, keterlibatan desainer dari luar negeri bukan hanya bentuk pertukaran kreatif, tapi bagian dari diplomasi budaya.

“Memang salah satu highlight dari JF3 2025 adalah kerja sama internasional yang semakin luas dan berkembang. Hal ini menjadi sebuah diplomasi budaya dan upaya untuk menembus ekosistem pasar mode global,” katanya.

Thresia menambahkan, tahun ini Lakon Indonesia berkolaborasi langsung dengan desainer muda asal Prancis Victor Clavelly, yang memiliki rekam jejak bekerja dengan nama-nama besar seperti Rick Owens, FKA Twigs, Katy Perry, dan Beyoncé. Kolaborasi ini juga melibatkan Héloïse Bouchot, menandai hubungan yang lebih erat antara mode Indonesia dan Eropa.

Sementara itu, dari Korea Selatan, JF3 akan menampilkan karya dari tiga desainer: Chung Hoon Choi, Lee Joon Bok, dan Baek Ju Hee. “Kalau negara tetangga lain memang kami yang mengundang mereka untuk hadir. Namun untuk Korea Selatan, mereka justru yang menghubungi kami untuk bisa menampilkan koleksinya di JF3 Fashion Festival,” terang Thresia.

| Baca Juga : Panggung Utama Tomorrowland Terbakar Sebelum Festival Dimulai

Desainer muda dari Prancis seperti Solène Lescouët, Ornella Jude Ferrari, dan Louise Marcaud juga ambil bagian dalam festival ini, masing-masing membawa pendekatan kontemporer yang pernah tampil di ajang internasional seperti Olimpiade Paris hingga label haute couture global.

Kolaborasi juga dilakukan dengan École Duperré Paris, serta WSN, penyelenggara Paris Trade Show, melalui DRP Paris.

Mengangkat Bakat Baru dan Mendorong Regenerasi

Selain menampilkan nama-nama besar, JF3 tahun ini memperkenalkan Future Fashion Award, program dukungan untuk jenama muda yang memiliki visi kuat dan kapasitas untuk tumbuh secara profesional. Program ini tak hanya menawarkan bantuan finansial, tapi juga proses mentoring intensif yang digagas bersama Lakon Indonesia.

“Future Fashion Award menjadi wujud konkret dari komitmen JF3 untuk membangun ekosistem fashion yang sehat dan berkelanjutan dari hulu hingga hilir,” jelas Thresia.

Pendekatan regeneratif ini menjadi fokus utama dalam tahun ke-21 JF3. “Memasuki dekade ketiga, JF3 fokus pada regenerasi. Kami percaya masa depan industri fashion Indonesia ada di tangan anak-anak muda yang berani bermimpi, bereksperimen, dan melampaui batas,” ujar Soegianto.

| Baca Juga : Terupdate 2025, Daftar 10 Tas Termahal di Dunia Didominasi Hermes

Recrafted: Menggali Akar, Membentuk Masa Depan

Tahun ini JF3 mengusung tema “Recrafted: A New Vision”, yang berfokus pada pelestarian keterampilan tradisional sekaligus inovasi dalam metode dan perspektif desain. Thresia menyebut, fashion harus dipandang lebih dari sekadar produk akhir.

“Fashion bukan sekadar benda. Fashion mengandung arti yang sangat luas, mencakup bahasa, warisan, seni, norma, etika, dan ilmu. Esensinya terletak pada keterampilan tangan. Namun agar tradisi bisa terpelihara, ia harus terus berkembang,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa stagnasi adalah tantangan utama dalam industri mode. “Itu membuat kita berjalan di tempat. JF3 hadir sebagai ruang kolaboratif yang mengedepankan inovasi dan perubahan, sebuah platform di mana semua pihak bisa bertumbuh bersama dan saling memperkuat,” lanjutnya.

Bukan Sekadar Runway

Tidak hanya menampilkan peragaan busana, JF3 juga kembali menyelenggarakan Niwasana by Fashion Village, sebuah platform retail kreatif yang menampilkan lebih dari 50 jenama terkurasi dari berbagai kategori: busana etnik, busana modern, hingga perhiasan. Di sisi lain, Code Street by DRP Jakarta, ajang streetwear asal Prancis, hadir kembali di Summarecon Mall Serpong.

Dengan narasi lintas budaya, upaya regenerasi, dan standar internasional yang mulai diterapkan secara konsisten, JF3 2025 menandai babak baru dalam lanskap mode Indonesia. Bukan hanya tentang koleksi yang ditampilkan di runway, tapi tentang membangun ekosistem kreatif yang berkelanjutan. (*/ADV)

Tags:

Leave a Reply