By: Farah Yumna
18 September 2025

Profesi ini, menurut Didik, tak bisa dijalani sembarangan. Seorang dukun manten harus menjalani puasa tiga hari untuk menenangkan diri, dan menyiapkan sesajen seperti jenang merah putih hingga tumpeng robyong.

Semuanya memiliki makna filosofis. “Dulu saya kuat. Tapi sekarang, ya sudah enggak kuat puasa lagi,” katanya jujur.

Pemilik nama asli Kwee Tjoen An itu juga sempat mengikuti berbagai lomba dan rajin menjuarai lomba rias pengantin tingkat Yogyakarta.

Itu bikin antrean calon pengantin yang ingin dirias olehnya cukup panjang. Namun, kesuksesan itu justru memicu kecemburuan dari kalangan perias wanita.

| Baca Juga : Joe Taslim Lakukan Koreografi Paling Kompleks di Film ‘The Furious’

Di tengah popularitasnya, muncul aturan tak tertulis: laki-laki dilarang merias pengantin perempuan.

“Saya pikir, daripada ribut, ya saya mundur saja. Lagipula, memang hati saya sudah condong ke tari,” ujarnya.

Salah satu sahabatnya bahkan sempat berkata, “Mas Didik, nari bisa, merias bisa. Tapi jangan diambil semua rejekinya ibu-ibu. Fokus saja di tari.” Kalimat itu, katanya, menjadi titik balik.

Didik mulai serius di dunia tari sejak kuliah di ASTI. Ia mendalami tari klasik Jawa, lalu memperluas wawasan ke mancanegara.

| Baca Juga : Cara Benar Mencuci Pakaian Olahraga

Tahun 1978, ia belajar tari Bugaku dan Noh di Jepang, lalu tari klasik Thailand pada 1982, dan tari Kathak di India pada 1985.

Dari pengalaman itu, ia menciptakan gaya pertunjukan unik: perpaduan topeng, humor, dan ekspresi wajah yang memikat.

Tags:

Leave a Reply