By: Kurniawan
16 May 2025

Pada 2002, sebagian besar dokumen sudah rampung. Mulai dari sertifikat hingga Akta Jual Beli (AJB). Namun, satu dokumen penting yang disebut “surat pelepasan” tiba-tiba dinyatakan hilang. Hal inilah yang belakangan menjadi sumber masalah besar.

“Saya sudah bangun rumah, sudah urus semuanya. Ini (dulunya) tanah (milik) PT Sabta. (Sudah) saya beli, ada beberapa surat yang telah diurus dari tahun 2000. Tapi surat pelepasan itu hilang, katanya. Tanpa itu, saya tidak bisa lanjut urus keabsahan penuh,” ujar Atalarik kepada awak media pada Kamis (15/5).

2015: Muncul Gugatan dari Orang Tak Dikenal

Lima belas tahun berlalu, dan masalah yang selama ini hanya bersifat administratif berubah jadi konflik hukum. Pada 2015, Atalarik digugat oleh seseorang bernama Dede Tasno.

Ia mengklaim telah mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah besar untuk pengelolaan lahan yang sudah dibeli Atalarik sejak lama.

Yang membuat gugatan ini rumit adalah banyaknya pihak yang turut digugat, mulai dari kelurahan, kecamatan, PT Sabta, hingga almarhum Pak Purnomo (yang sebelumnya terlibat dalam jual-beli).

“Angka yang dia sebutkan tidak masuk akal. Bahkan bisa tiga sampai empat kali lipat lebih besar dari NJOP tanah saya,” jelas Atalarik.

Padahal sejak 2003, Atalarik sudah membangun pagar dan mendirikan rumah di atas lahan tersebut. Ia tinggal di sana bersama keluarganya, tanpa pernah menyangka akan digugat atas tanah yang ia beli secara sah.

| Baca Juga: Target Nikah Umur 26, Davina Karamoy Ungkap Kriteria Calon Suami

2024: Ajukan Peninjauan Kembali, Tapi Ditolak

Merasa tak adil, Atalarik mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Pengadilan Negeri Cibinong yang menyatakan pembelian tanahnya tidak sah. PK tersebut diajukan pada Juni 2024 dengan harapan bisa menahan eksekusi.

Namun, harapan itu pupus. PK ditolak, dan aparat tetap menjalankan perintah eksekusi. Tanpa banyak pilihan, Atalarik hanya bisa menyaksikan sebagian rumahnya diratakan oleh alat berat.

Tags:

Leave a Reply