“Wah saya malah jadi takut sih. Tapi dengan adanya penghargaan ini, semoga membuat saya bisa lebih dekat dengan komunitas jazz seperti komunitasnya Om Candra Darusman,” katanya sambil melepaskan senyuman.

Sebagai mantan mahasiswa perfilman, Dhito mengakui ia mengamalkan ilmu yang dimiliki dalam melahirkan karya. Dhito menggunakan perspektif film dalam membangun cerita dan menyusun latar kisah lagu-lagunya.
| Baca juga: Mengenal Prosesi Pernikahan Adat Sunda Citra Kirana dan Rezky Adhitya
Dengan segala imajinasi dan sensitivitasnya, Dhito memang seorang pemburu roman. Ia mengakui bila keterlibatan perasaan dan pengalaman pribadi memudahkannya dalam membuat musik. Di satu sisi, musik juga menjadi sarana pembebasannya akan segala rasa yang ia simpan.
Jazz pun ia pilih sebagai medium untuk melampiaskan ceritanya. Baginya jazz punya keluwesan tersendiri.
“Jazz adalah sesuatu di antara, it’s not deliberate, it’s not random,” jelasnya.
Baginya jazz, selayaknya emosi dan perasaan, merupakan elemen yang inheren dalam diri tiap manusia sehingga karyanya bisa relevan dan menyentuh banyak orang.
“Seperti yang Bubi Chen bilang, saya yakin setiap orang punya sisi jazz mereka sendiri,” ujar Dhito. (*)
Tags:Ardhito Pramono