By: Adherina
10 April 2025

Ketika berusia lima tahun, di saat anak-anak lain mulai sekolah di taman kanak-kanak, Lisa justru dibawa ke sirkus dan tinggal di tenda. Ekspoitasi pun dimulai. Lisa dan teman-teman setiap hari harus bangun pukul lima pagi dan langsung berlatih. Kemudian pukul enam, mandi, bersih-bersih dan sarapan.

”Dan kalau ingat waktu itu, setiap kita makan, tidak pernah di meja makan. Kita makan di lantai, setiap hari,” kenang Lisa.

Setelah itu, ia dan teman-teman lain langsung berlatih. Semua jenis atraksi di sirkus, harus dijalani. Mulai menari, melenturkan tubuh agar bisa menekuk seperti karet, akrobatik, trapeze atau palang gantung dengan papan digantung seperti ayunan di udara dan sebagainya. Dan latihan itu dilakukan setiap hari, dari pagi hingga malam.

Tidak cukup hanya itu, berbagai siksaan juga dialami. Dipukul, ditampar, disetrum, kepala dibenturkan ke tembok dan banyak siksaan lain adalah makanan sehari-hari.

”Jadi awal latihan kita keliling tenda dan nggak pake baju, cewek-cewek juga. Dan kalau salah, p3ntil kita disetrum, sama setruman gajah. Itu sering terjadi. Pokoknya setiap hari seperti itu,” kenangnya.

| Baca Juga: Plumes, Musisi Prancis yang Hobi Bernyanyi untuk Hewan

Tanpa Ampun

Masa kanak-kanak yang seharusnya dihabiskan untuk belajar dan bermain, tidak pernah Lisa rasakan. Hari-harinya adalah berlatih dan tampil dalam pertunjukan pada malam hari. Lisa mulai tampil ketika umur tujuh tahun. Setelah itu selain berlatih pada pagi hingga sore, malam hari ia tampil.

Setiap hari, ada dua pertunjukan dan Lisa serta teman-teman harus tampil. Siksaan pun semakin banyak. Karena kesalahan sedikit saat tampil, hadiahnya adalah pukulan, tamparan dan bentuk siksaan lain dari Yansen dan Frans.

”Mereka berdua sama-sama suka menyiksa, tapi yang lebih kejam itu Frans. Misal kita tidak senyum saat tampil, langsung dihukum. Kepala dibenturin ke tembok, sampai telinga berdarah. Dan ya udah, nggak diobatin atau dibawa ke rumah sakit. Dibiarin saja gitu dan malamnya harus tampil lagi, dengan menahan sakit,” kata Lisa.

Karena siksaan setiap hari, tubuh mereka penuh lebam. Tapi penonton tentu tidak ada yang tahu. ”Karena kita pakai stoking, jadi ketutup. Bahkan pas saya kena cacar air, juga harus tetap tampil. Badan masih panas, ada cacar di mana-mana, ya harus tetap tampil. Bisa bayangkan kan rasanya,” lanjutnya.

Saking banyaknya siksaan yang Lisa alami, ia merasa kebal. Karena tidak ada siksaan yang tidak pernah ia rasakan. Hari-harinya hanya diisi dengan latihan, tampil dan siksaan. Tidak ada waktu bermain atau belajar, seperti anak-anak pada umumnya.

Tags:

Leave a Reply