By: Adherina
30 July 2021

Laura (kiri) dan Charlotte Tremble (Foto: SUSA)

Baca Juga: 7 Fakta Naomi Osaka, Penyulut Obor Olimpiade Tokyo

Terlahir kembar, punya sisi positif dan negatif. Tampil dalam olahraga yang mengutamakan kesamaan, sinkronisasi dan bentuk tubuh yang serupa, itu adalah sisi positifnya. Meski tidak selamanya mudah. “Keuntungan menjadi kembar, kami mengenal luar dalam. Kami bisa menghadapi bersama setiap kompetisi atau latihan. Kami bisa melengkapi dengan sangat baik,” kata Charlotte.

Sisi negatifnya, keduanya tidak mau kalah ketika mengungkapkan pendapat. “Sehingga seringkali kami jadi kasar satu sama lain,” kata Laura. “Makanya kami butuh ruang sendiri untuk sementara waktu dan melakukan hal-hal kita sendiri. Tapi ya, itu tidak pernah berlangsung lama dan untungnya tak satu pun dari kami yang marah. Aku tidak bisa hidup tanpa kakakku terlalu lama,” lanjutnya.

Sanne dan Lieke Wevers (Belanda)

Berbeda dari atlet kembar lainnya yang identik, Sanne dan Lieke Wevers (29) dari Belanda ini tidak terlalu mirip. Sehingga mudah dibedakan, apalagi postur Lieke lebih tinggi dari Sanne. Namun Sanne dan Lieke sama-sama berlaga di gimnastik.

Olimpiade Tokyo bukanlah kali pertama bagi mereka. Tahun 2016 di Olimpiade Rio, keduanya berpartisipasi. Bahkan Sanne meraih medali emas untuk balok keseimbangan. Dia mengalahkan duo pesenam AS yang sangat difavoritkan, Simone Biles dan Laurie Hernandez. Sanne menang karena dia menyajikan atraksi komposisi gerakan berputar dan menari yang sulit.

“Kadang dia lebih baik, tapi kadang saya lebih baik,” kata Sanne dalam satu episode The Hard Way to Success tahun 2015.
Sanne dan Lieke belajar gimnastik dari ayahnya, Vincent Wevers, yang memang atlet. Namun karir Sanne yang lebih tua enam menit juga mendahulu kembarannya.

Debut internasionalnya pada 2007, sementara Lieke dua tahun kemudian. Selain itu dia juga sering mengalami cedera, sehingga jam terbangnya jauh lebih sedikit ketimbang Sanne. “Yah sepanjang karir saya banyak cedera. Saya pernah cedera berat saat Kejuaraan Eropa tahun 2009 di Milan, Italia. Saya baru bisa cameback tahun 2011, saat bergabung di tim Belanda untuk Kejuaraan Dunia di Tokyo, Jepang dan Event Uji Coba Olimpiade London tahun 2012,” kata Lieke kepada Majalah International Gymnast.

Sanne (depan) dan Lieke Wevers (Foto: Net)

“Setelah itu saya kembali cedera dan pemulihannya lumayan lama. Sempat nggak yakin apakah bisa kembali, tapi tekad dan motivasi saya sangat kuat. Saya bekerja keras berlatih dan mengembalikan bentuk tubu. Syukurlah sekarang sudah  bisa mewakili Belanda,” imbuhnya.

Meski karirnya tidak sedrama kembarannya, namun Sanne juga mengalami pasang surut. “Jujur pada akhirnya saya jarang satu tim dengan Lieke. Ketika tim ini dibentuk, tiba-tiba Lieke cedera. Demikian pula sebaliknya, ketika dia siap, giliran saya yang cedera,” papar Sanne.

Tags:

Leave a Reply