“Ketika saya pergi ke Indonesia, niat saya membawa anak kembali dalam keadaan hidup. Sayangnya, itu tidak terjadi. Tapi saya berterima kasih kepada Kedutaan Besar Brasil yang selalu mendampingi kami dan memberi akses ke otoritas lokal,” tuturnya.
Ia juga menyoroti minimnya infrastruktur dan kesiapan dalam penanganan insiden wisata di Gunung Rinjani.
“Saya dengar hanya ada satu helikopter di Jakarta yang bahkan tidak bisa menjangkau lokasi. Di lokasi kecelakaan, bantuan helikopter justru datang dari perusahaan tambang,” ujar Manoel.
| Baca Juga : Perjuangan Agam Rinjani Evakuasi Pendaki Brazil, Rela Tidur Bareng Jenazah
Berkaca dari apa yang dialami putrinya, Manoel berharap tragedi yang menimpa Juliana bisa menjadi bahan evaluasi terkait kebijakan keselamatan wisata di Indonesia.
“Jika kematian Juliana bisa membuat protokol diperbarui dan keselamatan pengunjung lebih diperhatikan, itu akan memberi sedikit ketenangan bagi kami,” ucapnya.
Ia membandingkan kecepatan respons penyelamatan di Brasil dengan situasi di negara-negara lain.
“Di Brasil, kita terbiasa dengan penyelamatan cepat. Saya teringat insiden di Pantai Itacoatiara pada tanggal 25 (Juni) lalu, di mana seorang petugas pemadam menyelamatkan wanita dari laut yang ganas. Sayangnya, di Indonesia dan banyak negara lain, itu bukan kenyataan,” pungkasnya. (*)
Tags:Gunung Rinjani Juliana Marins Juliana Marins dimakamkan Juliana Marins meninggal Juliana Marins Rinjani Pendaki Brasil Pendaki Tewas