“Dan memang di sisi lain, kita tetap harus mendukung dan tidak membatasi kreativitas yang dimiliki oleh pencipta karya-karya ini,” katanya.
Menurut Firsta, film yang baik bukan hanya soal menarik perhatian penonton, tapi juga menyentuh sisi edukatifnya.
“Jadi bukan hanya menarik, tapi juga mendidik,” ungkapnya.
| Baca Juga: Nasib Rani di Kisah Asli ‘Ipar adalah Maut’, Berbeda dengan Film dan Serial?
Bagi perempuan asal Yogyakarta ini, sensor film bukan berarti penghalang bagi inovasi, melainkan cara untuk tetap menjaga nilai-nilai kesopanan dan budaya bangsa.
“Kita harus memegang prinsip menganggap sopan santun. Harapannya dengan adanya budaya sensor ini tidak membatasi inovasi,” ujarnya.
Ia berharap perfilman Indonesia terus tumbuh dan membawa semangat baru bagi para pelakunya, meski dalam koridor etika dan norma yang tetap dijaga.
“Memacu semangat para seniman produksi film bahwa film Indonesia semakin maju, tetapi tetap berpegang pada norma yang dipegang,” katanya.
| Baca Juga: 3 Fakta Drakor ‘The Manipulated’, Balas Dendam Ji Chang Wook pada D.O EXO
Dalam pandangan Firsta, film yang baik adalah yang mampu mengajak penonton berpikir, tersentuh, dan belajar tanpa kehilangan rasa kagum. “Jadi bukan hanya menarik, tapi juga mendidik,” ungkapnya.
Tentang kemungkinan dirinya terjun ke dunia akting seperti beberapa senior Puteri Indonesia sebelumnya, Firsta tak menutup peluang.
“Untuk saat ini karena memang fokusnya menjadi Puteri Indonesia dan menjabat selama setahun, ya masih harus menjabat di sini,” tutur Firsta.
Tags:Firsta Yufi LSF Puteri Indonesia
