Ada lagi Qandi Gul (10) yang dijual ayahnya tanpa sepengetahuan ibunya. Uang penjualan Qandi, digunakan ayahnya untuk menghidupi kelima anaknya.
| Baca juga: 7 Fakta Maisa Abd Elhadi, Aktris Palestina yang Jadi Korban Penembakan Polisi Israel
Selain anak perempuan, ternyata anak laki-laki juga turut menjadi sasaran perdagangan. Salahudin (8) dijual oleh ibunya, Guldasta (35), kepada mereka yang menginginkan anak laki-laki. “Tak ada ibu yang bisa lakukan ini pada anaknya. Tapi ketika tak ada pilihan, kamu harus ambil keputusan yang berlawanan dengan kehendakmu,” ujar ibu delapan anak.
Semakin kesini, praktik perdagangan anak di bawah umur, di Afghanistan menjadi lumrah ditemui, apalagi untuk alasan pernikahan dan perjodohan. Sehingga menurut sebuah survei, rata-rata anak perempuan keluarga di negara konflik itu akan tinggal bersama orang tuanya hingga mencapai batasnya, yakni 15-16 tahun.
Normalisasi ini dibenarkan oleh Naiem Nazem, seorang aktivis hak asasi manusia di Badghis. “Hari demi hari angka keluarga yang menjual anaknya semakin bertambah. Ini adalah imbas dari krisis makanan, krisis pekerjaan, sehingga para keluarga merasa harus melakukan ini.” (*)
Tags:afghanistan human trafficking kemanusiaan perdagangan anak perdagangan manusia