Operasi
Hari ’H’ operasi tiba. Jessica ingat, air matanya terus mengalir saat harus memasuki ruang operasi. Bahkan dia menangis histeris saat harus berpisah dari ayahnya untukmasuk ruang operasi.
”Aku takut apa yang akan terjadi nantinya. Takut terbangun tanpa sebagian dari diriku. Bahkan takut tidak terbangun lagi. Namun ayah tetap tersenyum, berusaha meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja,” ujar Jessica yang menjadi orang pertama di Selandia Baru yang menjalani rotationplasty.
Namun ternyata tidak mudah beradaptasi dengan kondisi Jessica yang baru. ”Belajar berjalan menggunakan kaki palsu, dengan kondisi tumit jadi lutut. Sungguh menyakitkan,” ungkapnya. Akibatnya selama satu tahun lebih Jessica tidak sanggup untuk berlatih jalan. Dia benar-benar terpuruk. Masa remajanya dihabis kan untuk meratapi nasib.
Baca juga: Wanita Pemeran Pengganti ini Kehilangan Salah Satu Anggota Tubuhnya di Film Resident Evil
”Mengapa harus aku? Apa yang harus aku lakukan dengan kondisi seperti ini? Aku ingin seperti teman-teman. Aku tidak ingin orang menatapku saat berjalan.” Delapan tahun lamanya Jessica berusaha menyembunyikan kaki palsunya. Dia tidak pernah mengenakan pakaian pendek, yang membuat kaki anehnya kelihatan.
Timbul semangat
Pada tahun terakhir sekolah, Jessica tiba-tiba berani memakai celana pendek. ”Itu kali pertama aku menyadari bahwa aku tidak boleh terus terpuruk. Aku harus bisa mengalahkan diri sendiri. Aku harus bangkit. Aku harus berubah,” kata Jessica yang saat itu berusia 17 tahun.
”Kanker telah mengambil banyak dari aku. Aku tidak mau membiarkannya terus mengambil kepercayaan diriku,” tegasnya.