Ada yang menarik dari gelaran ke dua seni kontemporer ‘Artina’ kali ini. Yaitu hadirnya desiner ternama dalam negeri, Edward Hutabarat. Desiner berusia 64 tahun ini ikut memamerkan karyanya bersama 24 seniman dari berbagai lintas disiplin seperti fotografi, fesyen, seni rupa, hingga arsitektur. Ada sekitar 50 karya seniman yang dipamerkan mulai 4 Maret-31 Mei 2023.
“Jujur saja tawaran untuk ikut pameran itu sudah datang sejak 10 tahun lalu. Tapi saya selalu tidak bisa karena sibuk keliling Indonesia dan baru bisa sekarang. Saya juga sangat selektif memilih kurator dan lokasi. Tempat di Sarinah ini punya nilai histori yang tinggi, apalagi jika dikaitkan dengan Soekarno,” jelas Edward Hutabarat ditemui di lokasi pameran Sarinah, kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pekan lalu.
Gelaran seni kontemporer artina (art: seni; ina: Indonesia) ini mengusung tema matrajiva (matra: dimensi; jiva: spirit/ruh) yang ber fokus pada beragam ekspresi artistik yang merepresentasikan berbagai dimensi spiritualitas maupun religiusitas.
“Tema matrajiva terinspirasi dari keragaman budaya Nusantara yang sarat akan nilai-nilai spiritual. Tak hanya itu, kami melihat saat ini seni menjadi manifestasi dari kepercayaan pada sesuatu yang lebih besar dari dalam diri manusia, sekaligus memanifestasikan tanggung jawab sosial seniman terhadap lingkungan dan masyarakatnya,” kata Heri Pemad, Inisiator dan Direktur Artistik Artina pada kesempatan yang sama.
|Baca Juga: 5 Kombinasi Warna Outfit yang Buat Tampilanmu Terlihat Berkelas

Edward Hutabarat menampilkan sejumlah pakaian wanita dan pria berbahan tenun ikat dan pahikung khas Sumba dengan beragam motif dan warna. Tak hanya itu, ia juga menampilkan berbagai tas yang terbuat dari cangkang kerang mutiara yang bernilai tinggi.
Semua karya limited milik Edward dipajang dengan latar belakang seorang perempuan Sumba yang tengah menenun benang nggoli secara langsung di lokasi pameran. Kain tenun Sumba sungguh bernilai. Sebab, proses pembuatannya yang tidak mudah, helai demi helai benang itu diberi roh dan menjadi kain tenun indah.
”Tema Sumba yang saya ingin tampilkan ini hanya satu dari ribuan keragaman yang ada. Karena saya mempunyai 120 keindahan busana Nusantara itu, saya harus maraton menampilkan keindahan itu satu per satu dari perjalanan saya,” kata desiner kelahiran 31 Agustus 1954 ini.

|Baca Juga: Digelar di Atas Kapal Pesiar, NYIFW Suguhkan 18 Brand Fashion Lokal
Pada bagian lain, Edward memperlihatkan tenun dari suku Sasak. Tenun yang bermotif garis dan berwarna merah Edward beli dari pengerajin hanya seharga 600 ribu rupiah perlembar. Lalu ia kreasikan dengan kain lurik hingga membentuk kain panjang yang bisa dibuat sebagai mantel atau coat.
Tags:Artina Edward Hutabarat