Teater Koma akan menghadirkan produksi terbarunya yang bertajuk Matahari Papua. Lakon yang menjadi produksi ke-230 ini merupakan naskah terakhir yang ditulis oleh Norbertus Riantiarno, atau biasa dipanggil Nano Riantiarno atau N. Riantiarno (Alm).
Pertunjukan teater Koma akan diselenggarakan mulai 7-9 Juni 2024 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
“Matahari Papua ini memiliki makna yang sangat mendalam, karena merupakan karya terakhir dari Bapak N. Riantiarno, sang pendiri Teater Koma. Selama hidupnya, beliau telah memberikan kontribusi luar biasa bagi dunia teater Indonesia dengan cerita-cerita yang menyentuh hati dan penuh makna. Karya terakhir ini adalah bentuk dedikasi dan cinta beliau yang tulus terhadap seni pertunjukan. Semoga warisan beliau terus menginspirasi dan menyemangati generasi penerus dalam merayakan dan menghargai kekayaan seni budaya kita,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta beberapa waktu lalu.
| Baca Juga: Perdana Ikut Teater Musikal, Simhala Avadana Mengaku Sangat Emosional
Pertunjukan Matahari Papua juga menjadi salah satu pertunjukan yang amat berkesan bagi Teater Koma. Karena selain menjadi salah satu pertunjukan dari naskah terakhir N. Riantiarno, pertunjukan ini juga diselenggarakan berdekatan dengan hari lahir N. Riantiarno, pada 6 Juni.
“Matahari Papua memiliki nilai khusus bagi Teater Koma. Selain ini naskah terakhir yang ditulis oleh Mas Nano, Matahari Papua sudah sempat dibahas oleh Mas Nano kepada para penata teater, seperti penata musik, penata Artistik, penata kostum, penata make up. Sebenarnya Mas Nano yakin sekali akan menyutradarai naskahnya ini. Semuanya sudah dia bicarain. Setelah Mas Nano tidak ada, sudah sempat beberapakali rapat produksi bersama Pak Idris Bulungan,” ujar Ratna Riantiarno yang juga berperan sebagai produser Matahari Papua.

Pertunjukan Matahari Papua di Teater Koma. (Foto: Naomi/Nyata)
Keinginan Nano Riantiarno untuk menyutradarai Matahari Papua harus pupus karena sakit hingga akhirnya meninggal dunia pada Januari 2023 lalu. Kini, bangku sutradara itu diisi oleh Rangga Riantarno, putranya.
“Naskah pertunjukan Matahari Papua pertama kali ditulis pada tahun 2014, sebagai naskah pendek untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari Papua di Galeri Indonesia Kaya. Ketika pandemi merebak dan mengharuskan kita semua berkegiatan di rumah, Pak Nano tetap produktif menulis berbagai karya, salah satunya adalah mengembangkan naskah Cahaya dari Papua dan diberi judul baru Matahari Papua. Naskah ini kemudian dikirim secara anonim dalam Rawayan Award, (Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta) 2022 dan ternyata terpilih sebagai salah satu pemenang,” ungkap Rangga.
| Baca Juga: Dari Sinetron ke Layar lebar, Keluarga Cemara Debut di Panggung Teater
Menurut Rangga, naskah panjang terakhir ini menjadi bukti nyata dedikasi dan semangat tak kenal lelah Nano Riantiarno dalam berkarya, bahkan di masa-masa sulit. “Karyanya terus menyinari dunia teater Indonesia dan meninggalkan warisan yang akan selalu dikenang,” tandasnya.
Rangga mengaku banyak mengumpulkan ide-ide ayah selama persiapan. Sebab, ayahnya belum sempat menyutradarai naskah Matahari Papua.
“Jadi, awal-awal kami melacak pemikiran Pak Nano. Pada 2020 dia pernah mengobrol sama beberapa penata. Ada penata musik, penata rias, penata kostum. Rencananya November 2023 beliau ingin jadi sutradara, tetapi tak kesampaian. Akhirnya kami rapat lagi, kami coba melacak sampai mengobrol waktu itu Pak Nano bilangnya apa,” jelasnya.
Tags:Matahari Papua Pertunjukan Teater Koma Teater Koma