Yayasan Kanker Indonesia (YKI) merayakan hari jadinya yang ke-47 tahun dengan mengangkat tema “Bersama Menutup Kesenjangan dalam Melawan Kanker”. Perayaan ini diisi dengan pertunjukkan teater musikal.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP, mengatakan YKI sangat bersyukur dapat terus berkiprah hingga usianya ke-47. Yayasan ini akan terus meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kanker.

Pihaknya bersama-sama dengan segenap stakeholders akan menutup kesenjangan dalam melawan kanker, mengingat jumlah kejadian kanker di Indonesia yang tinggi. “YKI terus berkomitmen menjalani beragam kegiatan edukatif, deteksi dini, serta melayani masyarakat di bidang suportif dan paliatif,” jelasnya.

HUT ke-47 YKI dirayakan dengan penampilan sebuah pertunjukan teater musikal dengan judul ‘Masih Ada’, sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata seorang atlet nasional yang semasa hidupnya berjuang melawan kanker.

Pergelaran teater musikal yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki pada Selasa (23/4) itu disutradarai oleh Pasha Prakasa. Menampilkan para pemain musikal ternama seperti Gerardo Tanor, Andrea Miranda, Gallaby, Louise Monique, Beyon Destiano, Ayu Gurnitha, Dante Kidd, dan masih banyak lagi.

| Baca Juga: Siap-Siap! The Hunger Games Akan Dibuatkan Versi Teater Tahun Depan

“Sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata seorang atlit nasional, Albert Sompie, yang sepanjang hidupnya berjuang melawan kanker. Suatu kehormatan besar bisa menggarap acara musik berdasarkan kisah seseorang yang masih hidup. Kisah Pak Bertie (panggilan Albert Sompie) sungguh menginspirasi. Menjadikan ini panggilan nurani paling favorit yang pernah saya lakukan,” ujar Pasha Prakasa.

Teater Musikal bertajuk ‘Masih Ada’, mengingatkan masyarakat untuk peduli terhadap para pejuang kanker. (Foto: Naomi/Nyata)

Prof Aru mengaku dirinya sangat senang dapat menggandeng generasi muda dalam perayaan HUT YKI ke-47 melalui pertunjukan teater musikal. Menurutnya, hal ini dapat meningkatkan kepedulian dari kalangan muda terhadap pejuang kanker.

“Meningkatkan pemahaman bahwa kanker itu nyata, dapat terjadi pada siapapun, namun dapat disembuhkan jika dideteksi pada stadium awal,” katanya.

Prof Aru mengakui bahwa pertunjukan teater musikal ‘Masih Ada’ adalah salah satu upaya menyosialisasikan program YKI kepada masyarakat luas, agar lebih banyak masyarakat yang paham akan berbagai hal tentang kanker.

| Baca Juga: Chelsea Islan Sukses Pakai Logat Betawi di Teater Ariyah dari Jembatan Ancol

“Paham juga bahwa kanker dapat disembuhkan jika ditemukan secara dini. Paham akan pentingnya pola hidup sehat dan check up berkala,” ujarnya.

“Hal-hal tersebut kami sisipkan pesan-pesannya pada pertunjukan musikal ini. Kisah yang kami angkat pada musikal ini adalah kisah nyata seorang penyintas kanker yang dapat memberi semangat kepada rekan-rekan penyintas dengan semboyan ‘Kita Masih Ada’, dan kita masih bisa berbuat untuk sesama,” jelas Prof Aru.

Perjuangan Hidup dengan Satu Paru

Albert Charles Sompie atau akrab disapa Berthie, mantan kapten timnas softball, di era 1980-1990-an, mengatakan, “kalau kalian semua hidup dengan paru-paru, maka saya hanya punya paru saja.”

Berthie terpaksa harus menjalani sisa hidupnya dengan satu paru-paru saja. Hal tersebut dialaminya sejak 2005, saat dokter memvonis dia mengidap kanker paru-paru stadium 3B, yang untuk menyembuhkannya harus dilakukan operasi pengangkatan bagian paru-paru yang terinfeksi sel kanker.

Kisah perjuangan hidup Berthie dengan satu paru diceritakan dalam pertunjukkan teater musikal. (Foto: Naomi/Nyata)

Kisah perjuangan hidup Berthie dengan satu paru diceritakan dalam pertunjukkan teater musikal. (Foto: Naomi/Nyata)

Pada saat itu, tidak ada yang menyangka kalau Berthie mengidap kanker paru. Karena dirinya yang kala itu merupakan kapten timnas softball, di era 1980-1990-an, memiliki kebiasaan olahraga rutin hingga mampu menjaga kondisi fisiknya yang atletis, meskipun sudah berumur.

Namun, kebiasaan tersebut tidak mampu membendung sejumlah zat-zat berbahaya yang terkandung pada rokok, yang dikonsumsi oleh Berthie. Kala itu, dia dikenal sebagai laki-laki perokok berat.

Berthie mengaku dalam sehari dia mampu menghabiskan hingga tiga bungkus rokok. Kebiasaan tersebut membuatnya begitu candu terhadap rokok, bahkan tergolong pecandu berat.

Pada saat dia harus bertanding ke luar negeri, dirinya mengupayakan berbagai cara supaya dapat menyembunyikan rokok, demi dapat membawanya lolos dari pemeriksaan petugas di negara tujuan, dan bisa menikmati rokoknya di sela-sela pertandingan.

| Baca Juga: Teater Upin & Ipin dengan Berbagai Karakter Bakal Hadir di Indonesia

Lambat laun, akibat kebiasaannya tersebut berkembanglah menjadi sel kanker yang mematikan. Penyakit kanker paru-paru yang dikenal sebagai silent killer itu juga bersarang di tubuh Berthie, dan mengharuskannya hidup dengan satu paru hingga sekarang.

Setelah dokter mengangkat parunya pada akhir 2005, Berthie masih harus melakukan berbagai terapi rehabilitasi medik untuk memulihkan kondisinya agar bisa hidup seperti sedia kala.

Perbedaan yang dirasakannya, salah satunya adalah kesulitan dalam bernapas seperti biasa, serta terasa menjadi lebih cepat capek. Sembari menjalani terapi rehabilitasi medik, dokter juga melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap penyakit yang diderita Berthie.

Hingga tiba suatu momen di mana dokter memvonis Berthie bahwa dirinya hanya memiliki harapan hidup satu tahun.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Berthie juga menderita penyakit kanker usus. Menghadapi fakta tersebut, Berthie berusaha tabah, dan tetap berikhtiar melalui kemoterapi.

Pada saat itu, Berthie bernazar bahwa hingga akhir hayatnya, dia akan senantiasa berbuat baik, salah satunya adalah dengan menyemangati para pasien kanker agar tidak patah semangat dalam menjalani hidup.

Sejak 2006, Berthie memanfaatkan waktunya untuk bercerita dan menyemangati para pasien kanker di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, yang menjadi Pusat Kanker Nasional.

| Baca Juga: Kolaborasi Teater Tio Pakusadewo dan Sang Putra Bikin Terharu

Dengan waktu yang semakin bergulir, Berthie pun sadar bahwa Tuhan memberikannya kesempatan lebih, hingga sekitar 17 tahun lebih dirinya hidup di dunia pascaoperasi paru-paru yang dijalaninya. Kenyataan itu jauh melampaui perkiraan dokter yang hanya satu tahun.

Karena itu, Berthie yang kini menjadi Ketua Koordinator Survivors Yayasan Kanker Indonesia berpesan kepada para perokok agar meninggalkan kebiasaan merokok. Kendati demikian, Berthie menyadari bahwa hal tersebut memang sulit.

Menurutnya, perokok bagaikan seorang yang bodoh dan buta huruf, lantaran sejumlah imbauan yang bahkan tertera pada bungkus rokok beserta sejumlah kasus terkait kesehatan, seperti yang dialaminya, kerap diabaikan.

Untuk itu, Berthie menyarankan agar para perokok memikirkan motivasi lainnya untuk dapat berhenti merokok. Seperti faktor keluarga, agar dapat berhenti merokok sebelum ‘diberhentikan’ hidupnya oleh rokok. (Omi)

Tags:

Leave a Reply