SPOTLIGHT Indonesia 2023 yang diselenggarakan oleh Indonesian Fashion Chamber (IFC) pada tanggal 16-18 November 2023 di Pos Bloc Jakarta, telah berlangsung sukses. Perhelatan SPOTLIGHT Indonesia tahun kedua itu merupakan puncak dari rangkaian kegiatan IFC sepanjang tahun 2023.
“Memasuki tahun ke-8, IFC diharapkan mampu berkontribusi lebih besar terhadap pengembangan industri fesyen Indonesia, dengan menggiatkan program yang lebih optimal, berkesinambungan, dan berkelanjutan, dalam mengembangkan ekosistem industri fesyen di tanah air, termasuk mewujudkan cita-cita bersama, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat fesyen global,” kata Ali Charisma, National Chairman Indonesian Fashion Chairman dalam penutupan SPOTLIGHT Indonesia 2023, Culture: Then and Now, Sabtu (18/11).
Rancangan dari para desainer dan jenama fashion yang ditampilkan selama pagelaran Spotlight Indonesia 2023 berlangsung, menunjukkan keragaman produk ready-to-wear berkonsep sustainable fashion atau penggunaan wastra dalam gaya modern kontemporer dan mengadaptasi tren fesyen global.
| Baca Juga: JMFW 2024 Tampilkan Perpaduan Sempurna Wastra Nusantara dalam Modest Fashion
Salah satunya adalah Kebaya yang merupakan salah satu pakaian kultural Indonesia. Revitalisasi kebaya digiatkan oleh Funky Kebaya Community yang bertujuan untuk mempopulerkan kebaya sebagai pakaian sehari-hari khususnya di kalangan muda. Selaras dengan kampanye bersarung wastra yang juga diangkat oleh SPOTLIGHT Indonesia, kebaya diharapkan dapat menjadi pakaian yang mengglobal.
Di runway SPOTLIGHT Indonesia 2023, Funky Kebaya Community menampilkan koleksi kebaya era baru, yang kerap disebut kebaya modern atau kebaya funky, dari 10 jenama fesyen, yaitu Lenny Agustin, Indische by Rengganis, Roemah Kebaya Vielga, Opie Ovie, Pinky Hendarto, Egni, Yani Halim, B’Gaya by Efie, Kebaya Jeng Sri by GaleriLiesna, MeemaaStyle by Chaera Lee, Shaza by Adelina, Kayo x Polimedia, dan Darabaro.

Roemah Kebaya Vielga kali ini menyajikan koleksi Diverse Harmony, yang menampilkan harmoni padu padan kebaya berbeda dalam satu tampilan yang tetap menjaga keharmonisan dan keselarasan. “Kami ingin menunjukkan bahwa berkebaya tidak selalu harus tradisional, rapi, dan formal, melainkan juga bisa terlihat fancy, modis dan ringan tanpa kehilangan esensi elegan,” ujar Vielga.
Koleksi Diverse Harmony ini menunjukkan bahwa kebaya juga bisa terlihat mewah dan ringan tanpa kehilangan keanggunan, tanpa takut terlihat tua. Palet warna yang dipilih untuk koleksi ini melibatkan kombinasi merah, putih, gold, hitam, dan navy. Kombinasi warna yang berani ini memberikan dimensi estetika yang kaya, mencerminkan visi yang segar terhadap warisan budaya dalam perjalanan waktu.
Kombinasi bahan yang digunakan, seperti katun, sutra, crepe, memberikan sentuhan khas pada setiap rancangan, menonjolkan kualitas dan inovasi dalam merancang pakaian yang eksklusif. Sementara detail bordir bunga handmade, memberikan sentuhan artistik pada setiap kebaya.

Sementara Pinky Hendarto menampilkan 4 looks kebaya, yang menggunakan teknik pewarnaan hand made yang dicelup warna warni cerah seperti hijau, kuning dan biru, yang menggambarkan indahnya lukisan panen padi. Kebaya berpotongan simple dikombinasikan dengan lurik dan batik dengan motif one of a kind, yakni panen padi.
Representasi gemah ripah loh jinawi juga diperkuat dengan detail aplikasi bordir bunga-bunga dan burung. Membuat kebaya yang sederhana terlihat mewah, cantik sekaligus youthful. Dengan padanan rok mini, midi, hingga celana panjang, membuat tampilannya luwes sebagai kebaya yang nyaman untuk sehari-hari, elegan sebagai busana formal, dan modis sebagai busana pesta.

Lenny Agustin menampilkan 8 set koleksi padu padan kebaya, kemben, rok, dan celana panjang berbahan renda, brocade, sutera, katun, dan polyester. Didominasi warna hitam untuk menggambarkan sisi misterius yang dipadukan warna cerah motif bebungaan merah, pink, krem, dan hijau dedaunan untuk mengungkapkan hasrat terpendam.
Pesan Persatuan Lewat Koleksi Ulos

Yang juga menarik perhatian dalam Spotlight Indonesia 2023 ini adalah beberapa desainer yang menggunakan kain ulos untuk koleksi busana yang ditampilkan. Desainer tanah air yang ikut menggaungkan kain ulos ini adalah Jenny Yohana Kansil lewat labelnya JYK. Dalam masyarakat Batak, Ulos berfungsi sebagai simbol persatuan dan keharmonisan, yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan dan memperkuat ikatan sosial.
Terinspirasi oleh filosofi Ulos yang tidak pernah lekang oleh waktu, Jenny mengatakan koleksinya ini berfungsi sebagai pengingat bahwa terlepas dari perbedaan antar manusia, tapi tetap harus bekerja sama untuk menjunjung tinggi cinta, perdamaian, persatuan dan harmoni saat menavigasi jalan bersama menuju kemenangan.
| Baca Juga: JMFW 2024 Tampilkan Rekomendasi Gaya Modest Kekinian
Pada koleksi kali ini, Jenny memadukan kain ulos tradisional Batak dengan gaya Barok Italia. “Benang merah dari Ulos hingga Gaya Barok berasal dari arsitektur yang mengesankan, meskipun asal usul budayanya berbeda, baik arsitektur Batak maupun Gotik memiliki kesamaan, terutama kehadiran Gorga dan Gargoyle, yang telah menjadi ciri khas arsitektur Gotik, yang kemungkinan besar didirikan dengan tujuan untuk perlindungan,” papar Jenny.
Ini dipertegas lagi dengan warna-warna yang cenderung bernuansa lebih gelap. Karena, kata Jenny, koleksi ini juga banyak terinspirasi pada gaya Mod dan Beatnik tahun 50-an hingga 60-an, dengan garis sederhana dan bersih dengan siluet ramping yang memberikan kesan pemberdayaan dan modern pada perempuan.
“Warna-warna yang dipilih mewakili ketidakpastian jalan menuju kejayaan, kemenangan dengan percaya diri, dan keberanian,” ujarnya.
Ia menambahkan, bahan kain yang digunakan dalam koleksi ini antara lain mikado, wool twill, dan katun, yang ditujukan untuk fesyen hypebeast kontemporer, yang relevan dikenakan sehari-hari.

Pesona wastra ulos suku Batak, Sumatera Utara, juga ditampilkan oleh Chathaulos by Martha Simanjuntak. Chathaulos menghadirkan gaya fashion terupdate dengan design Baju Ethnic yang merupakan kombinasi Ulos dan jenis kain lainnya dengan metode zerowaste dan mengusung tema ‘Bring Ulos to the Ethnic Fashion, Clasotic of Ulos’.
Clasotic of Ulos adalah tema design yang merupakan kombinasi dari Classic dan Exotic. Clasotic semakin menonjolkan keunikan motif ulos dalam design pakaian. Dimana Ulos memiliki makna yang sangat dalam buat Suku Batak. Baik dari Warna dan Motif yang memiliki arti yang berbeda beda dan semuanya menggambarkan sejarah kehidupan masyarakat Batak.
Chathaulos menggunakan jenis tenun ulos seperti Sadum, Ragihotang, Sibolang dan Pucca serta Batik Batak yang populer dengan motif gorga. Warna-warna cerah menjadi pilihan karena memiliki motivasi yang kuat dalam bersuka cita dan bersemangat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, dipadukan dengan jenis kain lainnya, hingga corak etnik ulos tidak lagi terkesan kuno.
Warna monokromatik juga menjadi bagian dari design Chathaulos yaitu intensitas dari satu warna tunggal atau penggabungan dengan versi yang lebih terang, lebih gelap atau lebih lembut dari warna tersebut. Design Chathaulos menonjolkan baju etnik terlihat jauh lebih modern, mewah, dan berkelas.
Chathaulos menerapkan konsep zero waste fashion dalam design-designnya, dimana sisa potongan kain dirancang menjadi pakaian sejak awal proses. Penerapan zero waste fashion untuk meminimalisir limbah produksi busana. *Omi
Tags:Funky Kebaya SPOTLIGHT Indonesia 2023 Wastra