By: Nadiah Sekar Ayuni
16 August 2025

Film animasi semakin berkembang. Kemajuan teknologi membuat seseorang mampu menghasilkan karya yang tidak hanya estetik di mata, tapi ceritanya bisa dinikmati banyak kalangan.

Itulah yang diduga menjadi kekurangan film ‘Merah Putih: One For All’ sehingga banyak kecaman dan kritik. Sejak trailernya keluar, ada banyak orang yang beranggapan film tersebut tidak layak dari segi animasi maupun cerita.

Yudhatama selaku praktisi sekaligus founder Monimonki Studio setuju dengan pendapat kebanyakan orang. Dia merasa film tersebut tidak layak masuk bioskop.

“Bukankah sebuah film kalau mau tayang di bioskop itu harus antri. Bukan hanya berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Seleksinya juga ketat, kan,” ujarnya saat dihubungi Nyata, Selasa (12/8/2025).

| Baca Juga: Produser ‘Merah Putih: One For All’ Buka Suara soal Isu Suntikan Dana

Menurutnya, saat ini industri film animasi Indonesia sedang dalam fase berkembang pesat. Sudah ada banyak karya anak bangsa yang mampu menghadirkan animasi 3D dengan gerakan yang natural dan kualitas resolusi yang besar.

“Setiap gerakan sudah dibuat sehalus mungkin. Tidak ada ruang untuk patah-patah,” jelasnya.

Tidak hanya gambar, animasi Indonesia saat ini juga sudah memilih audio dan musik yang baik. Hal tersebut bisa dilihat di karya lain, seperti ‘Jumbo’, ‘Nussa’, serta ‘Si Juki the Movie 2’.

Untuk menghasilkan film animasi seperti judul-judul tersebut, persiapan yang dibutuhkan tidak singkat. Minimal waktu yang diperlukan adalah 2 hingga 2,5 tahun.

Sementara itu ‘Merah Putih’ hanya disiapkan dalam satu tahun dengan post production hanya sekitar tiga bulan.

| Baca Juga: Dikritik Habis-Habisan, Sutradara Film ‘Merah Putih One For All’ Angkat Bicara

“Dari waktu persiapannya saja kan sudah bisa diukur, hasil filmnya seperti akan seperti apa. Ya, memang ada kesan terburu-buru untuk ngejar target,” ungkap Yudhatama.

Tags:

Leave a Reply