By: Naomi Nilawati
6 June 2024

Demam Tifoid pada Anak

Pada 2019, sekitar sembilan juta orang mengalami demam tifoid dan 110.000 orang di antaranya mengalami kematian setiap tahun. Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyebaran infeksi terjadi melalui makanan atau air yang terkontaminasi bakteri.

Gejala yang ditimbulkan meliputi demam yang berkepanjangan, sakit kepala, mual, nyeri perut, konstipasi, atau diare. Sebagian penderita bahkan dapat mengalami ruam. Kasus demam tifoid yang berat dapat menyebabkan komplikasi berat yang berakibat fatal.

“Demam tifoid dapat diobati dengan antibiotika. Meskipun gejala sudah menghilang, tetapi penderita dapat menjadi carrier yang masih dapat menyebarkan infeksi ke orang lain melalui bakteri di tinja. Sehingga, penting dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bakteri Salmonella typhi sudah tidak ada lagi dalam tubuh pasien,” ujar Frieza.

Frieda mengatakan bahwa demam tifoid cenderung terjadi pada area dengan sanitasi yang kurang baik dan kebersihan air minum yang kurang terjaga. “Akses air minum bersih, sanitasi yang kuat, higienitas saat mengolah makanan, dan vaksinasi tifoid efektif mencegah terjadinya infeksi penyakit ini. Vaksinasi tifoid direkomendasikan untuk anak berusia 2 tahun dan orang dewasa sampai usia 45 hingga 65 tahun (tergantung dari jenis vaksin yang digunakan),” paparnya.

| Baca Juga: Jurus Jitu Nirina Zubir Jaga Kesehatan Anaknya

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi bakteri Salmonella typhi antara lain:
• Memasak makanan sampai matang
• Menghindari susu mentah dan mengonsumsi susu pasteurisasi atau susu steril
• Menghindari konsumsi es batu yang tidak jelas sumberairnya
• Mengonsumsi air minum yang steril atau sudah dimasak
• Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun sebelum mengolah makanan dan sebelum makan
• Mencuci sayur dan buah dengan benar

Intoleransi Laktosa

Banyak orang tua keliru menyamakan pengertian istilah intoleransi laktosa dan alergi susu sapi. “Meskipun keduanya menunjukan gejala yang sama, tetapi pada dasarnya kedua masalah ini jelas berbeda. Intoleransi laktosa adalah masalah pencernaan, sedangkan alergi susu sapi melibatkan sistem imun. Sehingga meskipun intoleransi laktosa menimbulkan rasa ketidaknyamanan, tetapi tidak akan menimbulkan kondisi yang mengancam nyawa seperti kejadian syok anafilaksis,” jelasnya.

Laktosa adalah gugus gula yang terdapat pada susu dan produk turunannya seperti yogurt dan keju. Produk turunan laktosa lainnya adalah roti, sereal, serta makanan kemasan yang mengandung susu dan keju.

Menurut Frieda, Gejala intoleransi laktosa tergantung dari jumlah yang dikonsumsi dan jumlah yang dapat ditolerir oleh tubuh. Ia menuturkan, “Semakin banyak produk laktosa dikonsumsi, maka semakin berat gejala yang timbul. Gejala yang mungkin terjadi di antaranya mual, nyeri perut, keram, kembung, serta BAB cair dan mengandung banyak gas.”

| Baca Juga: Kekhawatiran Jessica Iskandar Sewaktu Hamil Anak Ketiga

Ditambahkannya, “Apabila diperlukan dan tersedia di domisili Anda, penanganan intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi enzim laktase. Selain itu, berikan suplementasi kalsium dan vitamin D jika anak kurang dapat mengonsumsi produk susu dalam jumlah yang cukup.”

Pada beberapa kasus, intoleransi laktosa sifatnya sementara. Namun pada sebagian orang, intoleransi laktosa dapat berlangsung seumur hidup sehingga memerlukan bimbingan nutrisi agar kecukupan kalsium dan vitamin D3 dapat terpenuhi. (*)

Tags:

Leave a Reply